JAKARTA – Anak pengusaha minyak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza menggunakan uang Rp176 miliar untuk bermain golf di Thailand. Uang itu diduga berasal dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan Kerry bersama terdakwa perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang minyak di PT Pertamina.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Kerry Andrianto. Kerry menggunakan uang itu bersama Gading Ramadhan Joedo, Dimas Werhaspati, bersama pihak PT Pertamina (Persero) yakni Yoki Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Arief Sukmara, dan Agus Purwono.
"Terdakwa Muhammad Kerry Andrianto Riza dan Gading Ramadhan Joedo menggunakan uang sebesar Rp176.390.287.697,24 yang berasal dari pembayaran sewa Terminal BBM Merak, yang antara lain digunakan untuk kegiatan golf di Thailand yang diikuti oleh Gading Ramadhan Joedo dan Dimas Werhaspati, bersama pihak PT Pertamina (Persero), yaitu antara lain: Yoki Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Arief Sukmara, dan Agus Purwono," tulis surat dakwaan itu, dikutip Selasa (14/10/2025).
Dalam surat dakwaan Kerry, Jaksa menilai Kerry melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengadaan sewa Terminal BBM Merak. Kisah berawal dari Kerry bersama ayahnya, Riza Chalid, melalui Gading Ramadhan menyampaikan penawaran kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak kepada Hanung Budya Yuktyanta.
Padahal, Kerry dan Riza mengetahui bahwa Terminal BBM Merak bukan dimiliki PT Tangki Merak, melainkan milik PT Oiltanking Merak. Singkatnya, Kerry memberikan persetujuan kepada Gading untuk menandatangani nota kesepahaman kerja sama itu.
Kerry, Riza Chalid, dan Gading melalui Irawan Prakoso juga mendesak Hanung dan Alfian Nasution untuk mempercepat proses kerja sama itu. Alhasil, hal itu ditindaklanjuti Hanung dan Alfian dengan meminta Direktur Utama PT Pertamina untuk penunjukan langsung kepada PT Oiltanking Merak.
"Meskipun kerja sama sewa terminal BBM dengan PT Oiltanking Merak tidak memenuhi kriteria pengadaan yang dapat dilakukan penunjukan langsung," ujar Jaksa.
Dalam pengadaan terminal BBM ini, Kerry, Gading, dan Riza Chalid disebut diperkaya melalui PT Orbit Terminal Merak hingga sebesar Rp2,9 triliun.
"Memperkaya terdakwa Kerry, Gading, dan Riza melalui PT Orbit Terminal Merak (OTM) sebesar Rp2.905.420.003.854,00 dalam kegiatan sewa Terminal Bahan Bakar (TBBM) Merak," tulis surat dakwaan itu.
Kerry juga melakukan perbuatan melawan hukum lainnya yang dianggap merupakan tindak pidana korupsi. Perbuatan itu dalam pengadaan sewa kapal.
Intinya, Kerry meminta Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping) menjawab konfirmasi atas kepastian pendapatan sewa kapal dari PT PIS sebagai sumber pendanaan angsuran pinjaman kredit investasi pembelian kapal oleh Bank Mandiri.
Hal itu dilengkapi dengan menyatakan bahwa PT PIS membutuhkan kapal yang akan dibeli oleh PT JMN dengan masa kontrak sewa antara 5–7 tahun, padahal pada saat itu belum ada proses pengadaan sewa kapal antara PT JMN dengan PT PIS.
"Terdakwa Kerry, Dimas Werhaspati bersama-sama Sani Dinar Saifuddin dan Agus Purwono melakukan pengaturan sewa kapal Suezmax milik PT JMN dengan cara menambahkan kalimat kebutuhan 'pengangkutan domestik' pada surat jawaban PT KPI kepada PT PIS dengan maksud agar dalam proses pengadaan tersebut kapal asing tidak dapat mengikuti tender," tulis surat dakwaan tersebut sebagaimana dikutip Senin 13 Oktober 2025.
Tujuannya hanya satu, yakni untuk memastikan agar kapal Suezmax milik PT JMN saja yang dapat disewa. Adapun Kerry bersama Dimas, Sani, dan Agus kemudian melaksanakan proses pengadaan sewa kapal yang hanya bersifat formalitas, yakni Jenggala Bango jenis MRGC milik PT JMN.
Dalam surat dakwaan juga dijelaskan kerugian negara akibat perbuatan terdakwa ini merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. Jaksa menghitung dua hal ini terpisah, namun jika ditotal, nilainya mencapai Rp285 triliun.
Kerugian keuangan negara yang dipaparkan jaksa yakni USD2.732.816.820,63 atau setara Rp45,3 triliun dan Rp25 triliun. "Yang merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara sebesar USD2.732.816.820,63 dan Rp25.439.881.674.368,30," tulis dakwaan itu.
Jaksa memaparkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp171 triliun yang dihitung merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang terdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan. Perhitungan perekonomian negara juga dihitung berdasarkan illegal gain sebesar USD2.617.683.340,41 atau setara Rp45,4 triliun.
"Kerugian perekonomian negara sebesar Rp171.997.835.294.293,00 yang merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut dan illegal gain sebesar USD2.617.683.340,41," tulis dakwaan itu.
Singkatnya, dalam surat dakwaannya, jaksa menilai perbuatan terdakwa termasuk tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan itu juga dibacakan kepada empat terdakwa lainnya.
Kedua pasal itu menjerat setiap orang yang memperkaya diri sendiri secara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan karena jabatan hingga menimbulkan kerugian bagi keuangan negara.
(Arief Setyadi )