Limbah Komuter: Jakarta Menanggung, Paljaya Berjuang

Opini, Jurnalis
Rabu 15 Oktober 2025 13:01 WIB
Dosen Pascasarjana & Komite Audit Perumda Paljaya, Eduardus Suharto
Share :

SETIAP hari jutaan orang dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) tumpah ruah ke ibu kota. Mereka bekerja, beraktivitas, lalu kembali ke kota asal saat malam tiba. Namun ada “jejak” lain yang ditinggalkan para komuter di Jakarta, yaitu limbah cair manusia.

Selama 8 hingga 12 jam berada di ibu kota, para pekerja ini tentu buang air, mandi, atau sekadar mencuci tangan di toilet kantor, stasiun, atau pusat perbelanjaan. Fenomena sepele ini ternyata menciptakan beban ekologis yang tidak kecil.

Menurut Survei Komuter Jabodetabek 2023 dari BPS, jumlah komuter harian mencapai sekitar 4,41 juta orang. Jika memakai asumsi rata-rata konsumsi air 120 liter per orang per hari, dan delapan puluh persen berubah menjadi limbah domestik, maka beban tambahan yang ditanggung Jakarta mencapai 423 juta liter limbah cair setiap hari. Angka ini setara hampir 170 kali kapasitas IPAL Setiabudi yang hanya mampu mengolah 250 liter per detik.

Sistem Pengolahan Masih Terbatas

Kapasitas pengolahan limbah Jakarta memang belum sebanding dengan bebannya. Data Perumda Paljaya menyebutkan, IPAL Setiabudi hanya berkapasitas 250 liter per detik dan IPAL Krukut 100 liter per detik, total setara 30 ribu meter kubik per hari. Sementara itu, dua instalasi pengolahan lumpur tinja di Pulo Gebang dan Duri Kosambi masing-masing hanya mampu menampung 900 meter kubik per hari. Secara keseluruhan, cakupan layanan pengolahan air limbah di DKI baru sekitar 6 hingga 10 persen. Padahal, tambahan beban limbah dari jutaan komuter setiap hari terus mengalir tanpa henti.

Paljaya di Garda Depan

Dalam kondisi ini, Perumda Paljaya menjadi ujung tombak pengelolaan sanitasi di Jakarta. Paljaya mengelola jaringan perpipaan di Zona 0 (Setiabudi–Kuningan) sepanjang lebih dari 100 kilometer, melayani lebih dari 2.000 sambungan rumah tangga dan ratusan fasilitas non-domestik.

Paljaya juga tengah membangun SPALD-T TB Simatupang yang ditargetkan melayani tiga kecamatan di Jakarta Selatan dengan kapasitas 4.000 sampai 6.000 meter kubik per hari. Selain itu, inovasi seperti biofilter dan pemanfaatan lumpur olahan menjadi pupuk terus dikembangkan untuk membuat pengolahan limbah lebih ramah lingkungan. Namun, perjuangan ini ibarat berlari melawan arus. Beban limbah dari komuter terus bertambah, sementara cakupan IPAL baru berkembang perlahan.

 

Konsistensi Perumda Paljaya

Paljaya membuktikan konsistensi dalam menjaga sanitasi, meski harus bergulat dengan keterbatasan kapasitas dan rendahnya kesadaran publik.

Fenomena limbah cair komuter menunjukkan bahwa persoalan sanitasi Jakarta adalah isu lintas batas. Pemerintah daerah Bodetabek juga harus dilibatkan dalam perencanaan dan investasi pengolahan limbah regional. Jika tidak, Jakarta akan terus menanggung sendiri beban ekologis dari aktivitas harian jutaan pekerja luar kota.

Menyelamatkan Bumi Dimulai dari Toilet

Limbah cair manusia mungkin jarang dibicarakan, tetapi dampaknya nyata. Air kotor yang tidak terolah bisa menyebarkan penyakit, merusak sungai, hingga mengancam pasokan air bersih. Teknologi sebenarnya sudah tersedia. Paljaya punya IPAL modern, biofilter, dan rencana pemanfaatan limbah menjadi energi. Tantangannya kini adalah memperluas cakupan layanan dan menumbuhkan kesadaran bahwa setiap dorongan flush di toilet punya konsekuensi lingkungan. Sebagai kado ulang tahun ke-34, Paljaya ingin menegaskan: Jakarta bebas limbah bukan mimpi, melainkan misi bersama. Dengan teknologi, kolaborasi lintas wilayah, dan dukungan warga, toilet sehari-hari pun bisa jadi bagian penting dari gerakan menyelamatkan bumi.

Eduardus Suharto

Dosen Pascasarjana & Komite Audit Perumda Paljaya

(Fahmi Firdaus )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya