Gumilang menjelaskan, sejak berdiri pada 1978, ASIRI telah melalui perjalanan panjang industri musik nasional dari era piringan hitam, kaset, CD, hingga kini memasuki era digital dan streaming. Namun, dari 80 anggota yang terdaftar, kini hanya 40 perusahaan yang masih aktif, dan produktivitas karya baru terus menurun.
“Dulu, pencipta lagu masuk dapur rekaman bisa menghasilkan minimal 10 lagu baru. Sekarang, biasanya satu-satu, karena industri musik sudah serba digital,” kata Gumilang.
Ia menambahkan, tantangan besar industri rekaman saat ini adalah pembajakan dan peredaran musik ilegal di platform digital asing.
“Konten kami banyak dibajak di platform ilegal dari luar negeri, seperti Vietnam,” ujarnya.
Karena itu, menurut Gumilang, industri rekaman membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk men-take down platform musik asing ilegal yang menayangkan lagu-lagu Indonesia tanpa izin atau tanpa kerja sama resmi dengan label.
“Ada Apa Ya?” Menteri Sentil LMK