JAKARTA - Langkah tegas Kejaksaan Agung (Kejagung) yang memberhentikan sementara jaksa yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai bentuk komitmen institusi dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik.
Pakar hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fatahillah, menilai penangkapan oknum jaksa tersebut tidak akan mempengaruhi kinerja Kejagung secara institusional. Hal ini disampaikannya saat menanggapi kasus OTT terhadap tiga jaksa Kejaksaan Negeri Tangerang.
"Seharusnya ini tidak mempengaruhi kinerja Kejaksaan Agung," kata Fatahillah, Senin (22/12/2025).
Dosen Fakultas Hukum UGM itu menambahkan, keberadaan oknum tidak bisa digeneralisasi sebagai cerminan lembaga secara keseluruhan. Ia menekankan bahwa di setiap institusi selalu ada kemungkinan penyimpangan oleh individu tertentu.
“Oknum di mana-mana ada saja,” jelasnya.
Ia juga menilai pentingnya pengawasan internal sebagai langkah berkelanjutan untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Ia menyebut peran Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) sangat krusial dalam memastikan integritas aparat penegak hukum, khususnya di daerah.
"Pengawasan yang ketat dan menyeluruh perlu terus dilakukan untuk menutup celah terjadinya praktik korupsi," pungkasnya.
Sebagai bentuk respons cepat, Jaksa Agung ST Burhanuddin telah memberhentikan sementara tiga jaksa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait perkara ITE. Ketiganya yakni HMK selaku Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, RV selaku Kasi D Kejaksaan Tinggi Banten, dan RZ selaku Kasubbag Daskrimti pada Kejaksaan Tinggi Banten.
Langkah tersebut dipandang sebagai sinyal bahwa Kejaksaan tidak mentolerir pelanggaran hukum di internalnya serta mendukung penuh upaya penegakan hukum yang bersih dan berintegritas.
(Awaludin)