TULUNGAGUNG - Selain berdiri dengan menyedekapkan kedua tangan, bibir Suwarno (45) terlihat kamit-kamit.
Dari sela-sela dinding rumahnya, suaranya terdengar lirih menggumamkan doa berbahasa Indonesia. Kedua mata Suwarno terpejam rapat-rapat. Sebagai salah satu penganut ajaran Baha'i, Suwarno tengah menghadap kiblat yang katanya, berada di Gunung Carmel Negara Israel.
Warga Dusun Ringin Putih, Desa Ringin Pitu, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, itu  hanya diam. Tidak ada gerakan tangan atau tubuh lazimnya umat Islam bertakbir atau bertumakninah dalam salatnya.
Pemandangan yang tak lazim itu sengaja "dicuri" Bakri (51), Kepala Dusun Ringin Putih, yang mengintip dari sela-sela dinding rumah Suwarno. Selain sebagai tetangga, Suwarno juga masih kerabatnya.
Bakri sudah lama memendam rasa penasaran. Seperti halnya sebagian warga Desa Ringin Pitu yang beragama Islam, dirinya ingin mengetahui secara pasti bagaimana tata cara (ritual) ibadah Baha'i yang disebut para pengikutnya sebagai agama yang setara dengan enam agama yang diakui di Indonesia.Â
"Salat yang mereka lakukan, ada jangka pendek, menengah dan panjang. Saat itu, kegiatan ibadah itu tidak berlangsung lama," tutur Bakri, Rabu (28/10/2009). Â
Secara umum, selain salat sekali sehari, ibadah pemeluk Baha'i masih tergolong misterius. Yang terlihat, mereka kerap melakukan pertemuan rutin sesama pemeluk di rumah Slamet Riyadi (55), pembawa ajaran Baha'i di Desa Ringin Pitu. Di dalam rumah, sekira 50 orang itu memanjatkan doa yang  dilantunkan seperti nyanyian.
"Mirip kebaktian di gereja. Pakaian yang dikenakan mereka rapi bersih. Untuk yang perempuan berpakaian biasa. Mereka memang tidak mau berbagi soal ibadah kepada bukan kaumnya," papar Bakri.
Kaum Baha'i juga melakukan puasa selama 19 hari sebelum merayakan Hari Raya Naurus yang jatuh setiap 21 Maret. Baha'i juga tidak mempercayai datangnya hari kiamat, termasuk penghisaban amal perbuatan manusia di hari kebangkitan.
Mereka juga tidak menerima syariat zakat, yang menurut penilaian mereka sebagai perbuatan boros. Karenanya, dalam setiap acara kegiatan sosial, kendurian misalnya, mereka memilih mengundang sedikit orang, dengan alasan tidak melakukan pemborosan. "Itu semua disampaikan setiap kali syiar kepada orang lain," terang Bakri.
(Lamtiur Kristin Natalia Malau)