JAKARTA - Pengelolaan sepakbola di Indonesia tidak profesional lantaran banyak campur tangan kepentingan terutama dari partai politik. Peneliti ICW Apung Widadi mengatakan, sepak bola seharusnya jangan dipolitisasi.
"Pengurus PSSI di daerah sebagian besar berlatar belakang politisi yaitu banyak berasal dari kepala daerah dan orang parpol," katanya dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Jakarta, Sabtu (22/1/2011).
Menurut dia, ketika di level klub terdapat banyak politisi maka rawan unsur kepentingan dan APBD dikeluarkan untuk klub menjadi lahan empuk untuk dana partai. "Di daerah, hampir semua partai mempunyai kepentingan di PSSI. Fakta sepakbola di Indonesia peran pengurusnya kurang profesional dan mempunyai dobel jabatan serta kepentingan. Dan itu adalah pintu masuk untuk korupsi," ujarnya.
Sekadar diketahui ICW mengeluarkan data atas dugaan korupsi dana APBN dan APBD di tubuh PSSI serta sejumlah klub Liga Super Indonesia. ICW menduga, dana yang dikorupsi setiap tahunnya mencapai Rp720 miliar.Terkait kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk tim kajian untuk menelusuri penggunaan dan pengelolaan APBD/APBN yang masuk ke PSSI dan klub sepakbola peserta Indonesia Super League.
Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin mengatakan, tim akan melakukan kajian menyeluruh sehingga KPK meminta waktu cukup lama karena banyak aspek yang perlu dikaji.
(Dadan Muhammad Ramdan)