JAKARTA - Terdakwa pengadaan revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan pada 2006 sampai 2008, Anggoro Widjojo menerima vonis Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, selama lima tahun kurungan penjara serta denda Rp250 juta subsidair dua bulan kurungan.
"Kalau masalah berat atau ringannya hukuman itu kan seperti awal, memang Pak Anggoro mau dihukum berapa pun dia akan menerima. Tapi, bukan berarti Pak Anggoro menerima kebenaran fakta yang diungkap versi Jaksa Penuntut Umum (JPU) sama Majelis Hakim," ungkap pengacara Anggoro, Thompson Situmeang, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/7/2014).
Dia menambahkan, dirinya sengaja membawa surat tuntutan Jaksa dan mencocokan kata demi kata putusan Majelis Hakim tadi.
"Saya ikuti kata demi kata, itu persis. Sehingga, itu yang kami bilang di pledoi, bahwa kami sebenarnya meyakini Majelis Hakim itu tidak akan demikian. Tetapi faktanya putusan hari ini yang dibacakan copy-paste dari tuntutan JPU," tegasnya.
Bahkan, lanjut Thompson, terlalu emosinya sampai Majelis Hakim mengutip fakta hukum hingga dua kali dibaca.
"Jadi fakta itu berulang-ulang. Sengaja kami membawa surat tuntutan dari jaksa, kami sudah menduga akan ada copy paste, dan memang faktanya seperti itu," sambungnya.
Pengacara Direktur PT Masaro Radiokom itu mengaku, kemiripan tuntutan dangan putusan Majelis Hakim terlihat hingga penggunaan tanda baca, yakni titik dan koma.
"Titik dan koma, itu memang dikutip. Kecuali ada hal-hal tertentu, mungkin, pendapat ahli sama majelis dipotong, tidak dimasukkan. Oleh karena itu, seperti apa yang kami duga, bahwa apa yang diputuskan majelis ini tidak sesuai dengan fakta," tuntas Thompson.
(Misbahol Munir)