JAKARTA - Di tengah proses penyidikan Kepolisian terkait dengan kasus yang melibatkan Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (BC) Tanjung Priok B Wijayanta DM, kinerja BC Tanjung Priok terus disorot.
Ditenggarai, praktek penyalahgunaan wewenang dan jabatan seperti kasus terakhir sudah sering dilakukan. “Penyalahgunaan wewenang kerap kali dilakukan BC Tanjung Priok karena tidak ada pengawasan terhadap kerja mereka. Sehingga yang berkuasa di sana, dugaan saya atas laporan yang diterima, siapa yang banyak duit bisa lolos, walaupun melanggar peraturan,” kata Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (3/7/2014).
Ia membeberkan, dari hasil pemeriksaan BPK semester 1 tahun 2012 atas importasi barang pada KPUBC Tanjung Priok, pada tahun 2011 dan 2012 terdapat importasi Barang Kena Pajak (BKP) tergolong mewah selain kenderaan bermotor yang belum dipungut PPnBM. Masing-masing sebanyak 136 PIB (Pemberitahuan Import Barang) dan 42 PIB yang nilainya sebesar Rp. 8.554.625.872 dan Rp.722.112.514.
Hal ini menurutnya melanggar UU Nomor 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, sebagimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU nomor 18 tahun 2000.
“Kemudian ada juga PMK nomor 103/PMK.03/2009 tentang jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kenderaan bermotor yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah,” ujarnya.
Perkara lainnya, kata Uchok, penerimaan negara atas importasi barang yang dikenakan bea masuk anti dumping atau bea masuk tindakan pengamanan belum dipunggut sebesar Rp.11.168.446.181. Menurutnya, ini menandakan ada dugaan ‘main mata’ yang saling menguntungkan, tapi merugikan pendapatan negara yang perlu diusut oleh aparat hukum. “Dari dua kasus ini, pihak bea dan cukai tidak melakukan pemunggutan atas penerimaa negara sangat mencurigakan publik. Tidak tegas Bea dan Cukai Tanjung Priok,” ujarnya.
Pembiaran yang terjadi selama ini diduga karena memang oknum-oknum yang bermain di Tanjung Priok dilindungi oleh kekuatan yang lebih kuat. “Reformasi di Kemenkau, gagal total karena masih banyak kebocorannya. Dari dulu saya bilang, itu dirjen dicopot saja, sudah banyak masalah dirjen tersebut,” ujarnya.
Sekedar mengingatkan, kasus dugaan penyalahgunaan wewenang terbaru muncul atas Laporan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Lira Indonesia (Hiplindo) Jusuf Rizal. Tersangka Wijayanto dilaporkan pada 26 April 2013 karena diduga melanggar Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian seseorang. Perusahaan Anggota Hiplindo yaitu PT Prima Daya Indotama dihambat atau tidak dapat mengeluarkan barang kiriman (garmen) selama lebih dari tiga bulan. Padahal sesuai Pasal 19 Keputusan Dirjen tentang importasi, maksimal barang dapat keluar selama 30 hari setelah Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Ki Agus Badarudin menuturkan, kasus yang melibatkan pejabat Bea dan Cukai sudah diketahui pihaknya. Namun, ia mengaku jika kasus ini diserahkan sepenuhnya ke tangan Kepolisian. Pihaknya memastikan akan terus mengawal kasus ini. Menurutnya, pemanggilan orang-orang yang terlibat sampai ke level Dirjen bisa dilakukan kapan saja sesuai dengan kebutuhan.
(Muhammad Saifullah )