 
                
JAKARTA - Tim kuasa hukum mantan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali (SDA) optimistis memenangkan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang bergulir di Pangadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Kami yakin karena fakta persidangan yang muncul memperkuat permohonan kami," kata ketua tim kuasa hukum SDA, Humphrey Djemat kepada wartawan, Selasa (7/4/2015).
Menurutnya, di dalam persidangan telah terungkap bahwa tidak ada bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan status tersangka terhadap kliennya.
Humhprey menyebut, KPK mendapatkan dua bukti permulaan hanya berdasarkan pada berita acara permintaan keterangan, yang secara formil belum dapat dikualifikasikan sebagai alat bukti keterangan saksi.
"Bahkan, di dalam persidangan terungkap alat bukti keterangan saksi dan juga dokumen-dokumen asli diperoleh setelah penetapan tersangka dilakukan dan pada saat yang bersamaan dikeluarkan surat perintah penyidikan," bebernya.
Dia menambahkan, KPK bahkan tidak melibatkan BPK dalam menghitung dugaan kerugian negara dalam kasus yang diduga melibatkan SDA. Padahal, Undang-Undang telah mengatur bahwa BPK memiliki otoritas mengaudit kerugian negara.
Bahkan hingga kini diakui penyidik KPK Sugiarto saat bersaksi dalam persidangan, KPK pernah mengirim surat kepada BPKP meminta bantuan untuk menghitung namun sampai saat ini BPKP belum memberikan hasilnya.
"Ini terjadi karena tidak adanya pengawasan yang secara eksternal dan horizontal menilai kinerja mereka selama ini," tandasnya.

Humphrey menjelaskan ihwal gugatan praperadilan yang dilayangkan kliennya. Menurutnya, berdasarkan keterangan ahli baik dari pemohon maupun KPK mempunyai pendapat yang sama bahwa praperadilan berwenang untuk memeriksa permohonan di luar dari ketentuan Pasal 77 KUHAP, atau hakim dapat memeriksa dan memutuskan permohonan praperadilan di luar ketentuan Pasal 77 yang berlaku.
Hal mana kata dia, itu sudah dilakukan sebelumnya oleh banyak hakim berkaitan dengan Pasal 244 KUHAP yang menyatakan putusan bebas tidak bisa diajukan banding/kasasi. Dan hal itu terjadi satu tahun setelah KUHAP diberlakukan.
(Susi Fatimah)