Dalam kasus ini kata Neta, Briptu Agung bisa terkena Pasal 55, 56 dan 57 KUHP, yakni membantu melakukan sebuah tindak pidana. Dalam kasus Briptu Agung tersebut lanjutnya, bisa diterapkan tindak pidana penyertaan (deelneming) masuk katagori yang turut melakukan atau yang membantu melakukan.
"Sehingga setidak-tidaknya Briptu Agung seharusnya terkena Pasal 55 KUHP dan bukan dibebaskan KPK," urai Neta.
Neta menambahkan, KPK yang membebaskan Briptu Agung jelas sangat aneh karena dalam banyak kasus, pihak yang turut serta membantu terjadinya tindak pidana selalu diproses dan dikenakan hukuman yang berat.
Seperti yang terjadi pada Kombes Pol Williardi Wizard dalam kasus Antasari Azhar misalnya. Perannya, kata Neta, hanya memperkenalkan pihak-pihak yang kemudian menjadi eksekutor Direktur PT Rajawali Putra Banjaran kala itu, Nasrudin Zulkarnain. Faktanya, Williardi divonis 10 tahun penjara bersama mantan Ketua KPK Antasari Azhar.
Begitu juga dalam kasus narkoba, lanjut Neta, banyak kurir yang sesungguhnya tidak tahu apa-apa dan diperdaya para bandar, tetap diproses dan divonis pengadilan. Salah satu di antaranya Rani Andriani alias Mellisa Aprillia, perempuan asal Cianjur, Jawa Barat yang 18 Januari 2015 dieksekusi mati.