Adapun dalam ilmu kathon, Cak Nun melanjutkan, menjadi Orang Jawa harus bisa membedakan apa yang dia dengar dari lantunan ayat-ayat berbahasa Arab. "Jadi kalau Anda mendengar 'Allahu robbussamawati wal ardhi', Jangan bilang amin. Itu injil. Apalagi dengar, lidzalika Ya Habibi, jangan teriak-teriak Allah, Allah. Lah itu lagu sayang-sayangan antara lanang (laki-laki) sama wedhok (perempuan). Nah, mendengar itu nanti dianggap (ajaran) islam," terang Cak Nun mengutip sepenggal ayat di Injil berbahasa Arab dan sebuah lagu dari padang pasir.
Puas 'berceramah' soal menjadi Orang Jawa dan berhasil membuat para pengunjung bergelak tawa, tibalah Cak Nun mempersilakan Kyai Kanjeng memamerkan pertunjukkan seni musik. Malam itu, Kyai Kanjeng membawakan lagu Semut-semut Ireng yang begitu kental suara Gamelan Jawa dan diaransemen dengan musik yang renyah.
Selesai membawakan lagu pertama, Kyai Kanjeng membawakan lagu Wild World karya musikus dunia Cat Steven yang digubah menjadi musik Gamelan Campursari dibumbui sedikit ketukan-ketukan musik aliran Ska. "Lagu ini pernah dibawakan oleh Cat Steven dan Kyai Kanjeng saat peristiwa Tsunami Aceh," terang Cak Nun sebelum Wild World dimulai.
Lagu berikutnya, Kyai Kanjeng mengulik lagu qasidah berjudul Ya Imamarus karya Imam Busiri dari Alexandria. Seketika aransemen gamelan Jawa berpadu dengan musik Padang Pasir membahana di langit Balai Kota Semarang.
Usai Ya Imamarus dikulik Kyai Kanjeng, Cak Nun kemudian membuka sesi diskusi soal Budaya Jawa dengan mengundang anaknya, Noe Letto dan sejumlah budayawan lokal Kota Semarang. Sebelum diskusi dibuka, Cak Nun lebih dulu meminta Kyai Kanjeng membawakan lagu Lonely Won't Come Around yang memadukan aransemen Gamelan dengan jazz.
(Muhammad Saifullah )