Namun, situasi berubah ketika Indonesia berhasil menumpas pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada 1948. Belanda kemudian melancarkan serangan militer lagi yang terkenal dengan sebutan Agresi Militer II pada Desember 1948 dengan menduduki ibu kota Indonesia pada saat itu Yogyakarta dan mengatakan tidak terikat lagi dengan Perjanjian Renville.
AS dan Australia mengecam sikap Belanda yang melancarkan Agresi Militer II dan menuntut agar semua pasukan Belanda ditarik dari Yogyakarta. Patut diingat pada masa perang kemerdekaan Indonesia, era Perang Dingin baru saja dimulai. AS sangat khawatir jika Indonesia jatuh ke tangan komunis pimpinan Uni Soviet.
Australia yang merupakan sekutu utama AS di Asia Pasifik pun terpaksa ikut dalam kebijakan Luar Negeri Paman Sam tersebut. Maka, atas desakan PBB akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949. Australia pun mengakui kemerdekaan Indonesia. “Australia pada akhirnya mengakui Indonesia, namun tidak mengakui Irian Barat (Papua) menjadi bagian dari Indonesia,” ujar Retno.
Setelah masa Perang Kemerdekaan Indonesia, Australia tidak terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Hal ini dikarenakan Negeri Kangguru tersebut fokus pada kebijakan yang dibuat oleh AS dan Inggris untuk membendung pengaruh komunis di Asia.
Walaupun Presiden Soekarno merupakan sosok yang anti-imperialisme dan sering mengeluarkan kebijakan yang anti-AS, namun Australia tidak mau terlibat jauh terkait masalah dalam negeri Indonesia. Hingga akhirnya Presiden Soekarno jatuh akibat peristiwa G 30 S/PKI.
(Muhammad Saifullah )