“Itu ketika Marinir Belanda belum lama mendarat di Surabaya, ikut aksi pembersihan di pinggiran Surabaya, di antaranya Buduran, Sedati arah selatan, Kota Sidoarjo untuk membantu sekutu,” papar penggiat sejarah Bogor Historical Community, Wahyu Bowo Laksono kepada Okezone.
Dalam aksi pembersihan dan kontra-intelijen, Marinir Belanda itu tak terhindarkan terjadi beberapa baku tembak dengan pihak Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pimpinan Kolonel Soengkono maupun Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP).
“Pasukan yang bentrok dengan Marinir Belanda di Surabaya dan front Buduran, Sedati, campuran dari pasukan TRIP dan TKR pimpinan Kolonel Soengkono,” tambahnya.
Sepak terjang Marinir Belanda kian menghebat dan menimbulkan tak sedikit korban di pihak TKR, terlebih ketika ikut terlibat Agresi Militer Belanda pertama dan kedua. Sebuah fakta yang ironis, di mana kekuatan militer Belanda yang satu ini, tak lepas dari bantuan AS.
Seolah-olah, mereka mendapat dukungan penuh AS dalam konfrontasi dengan Indonesia, sebuah negara yang berdaulat sejak dicetuskannya Proklamasi 17 Agustus 1945.