JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR yang membidangi pertanian, Firman Subagyo, mengingatkan pemerintah agar tidak terjebak pada data salah tentang kondisi perberasan nasional. Sebab, kesalahan data bisa berakibat pada pengambilan kebijakan perberasan sekaligus memicu permainan mafia beras.
Firman menyampaikan hal itu terkait perbedaan pernyataan antara Presiden Joko Widodo dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla tentang beras. Jokowi sudah menegaskan tidak akan ada impor beras. Sedangkan JK menyatakan keran impor beras akan dibuka untuk memenuhi cadangan.
Menurut Firman, perbedaan pernyataan antara Jokowi dengan JK itu cukup mengagetkan. Politikus Golkar itu menduga ada yang memberi data salah ke Presiden Jokowi. “Seharusnya Pak Jokowi sudah diberi data soal produksi beras nasional yang sesungguhnya. Dalam sejarah perberasan nasional, Bulog belum pernah menyerap 4 juta ton karena yang tertinggi 3,6 juta ton. Saya kira ada missing link di data. Kementerian Pertanian bikin rata-rata tujuh ton maksimal. Sehingga surplus yang ada surplus semu. Maka Kementan harus serius membenahi data soal produksi beras nasional kita,” kata Firman, Senin (10/5/2015).
Firman pun juga menyayangkan perbedaan pernyataan antara Jokowi dengan JK soal kebijakan beras. “Ini saya nyatakan pernyataan presiden dan wapres berbeda, keduanya tak harmonis sehingga pemerintahan keropos. Penanggung jawab pemerintahan kan presiden. Harusnya datanya kuat dan benar. Selama ini pun data tak transparan, grey area. Dan Kemendag bermain dengan menggunakan data yang grey area itu,” paparnya.
Politikus Golkar itu juga mengingatkan, pernyataan Jokowi bahwa tidak akan ada impor beras juga membuat tengkulak mulai bermain. Sebab, para mafia beras mulai menimbun beras untuk mengkondisikan kelangkaan beras sehingga pemerintah membuka keran impor.
Firman bahkan menyebut ada perusahaan pemain beras yang terafiliasi ke salah satu menteri saat ini. “Dengan statement presiden tak ada impor, para tengkulak main. Ada perusahaan pemborong beras yang indikasinya milik menteri. Karena mereka tahu, beras lokal akan jadi salah satu cadangan dan andalan, bahwa dengan tak ada impor, beras lokal melonjak. Makanya perusahaaan itu menimbun,” ujar Firman.
Karenanya Firman juga menegaskan, kunci untuk menentukan swasembada juga kejujuran semua pihak. Parahnya, justru perusahaan milik salah satu menteri itu pula yang beroperasi memborong beras petani dengan harga tinggi sehingga Bulog tak bisa bersaing.