JAKARTA - Bareskrim Polri terus melakukan penyidikan kasus tindak perdagangan orang dan adanya sistem perbudakan di perusahaan PT Pusaka Benjina Resources (PBR) di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku Utara.
Kasubdit Tindak Perdagangan Manusia Bareskrim Polri, Kombes Arie Darmanto menuturkan, penyidik telah menetapkan tujuh tersangka dan menyita lima buah kapal milik PT PBR yang diduga menjadi tempat penganiayaan terhadap para imigran yang dijadikan anak buah kapal Benjina.
"Tujuh tersangka itu di antaranya empat warga negara Thailand dan tiga warga negara Indonesia, seluruhnya sudah ditahan di Polres Aru," jelas Arie di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (13/5/2015).
Menurut Arie, penangkapan itu dilakukan sebanyak dua kali. Yang pertama pada Jumat, 8 Mei 2015 pukul 20.00 WIT di PT. PBR, di mana saat itu ada empat tersangka yang ditangkap yakni, nahkoda kapal Antasena 141 Hatsaphon Phaet Jakreng, nahkoda Kapal Antasena 311 Boonsom Jaika, Pjs. Pimpinan PT PBR Hermanwir Martino, lalu Mukhlis Ohoitenan.
"Lalu pada 11 Mei 2015 ditangkap Surachai Maneephong, nahkoda kapal Antasena, Somchit Korraneesuk, nahkoda Kapal Antasena 309, dan nahkoda kapal Antasena 838 Yongyut N," ungkap Arie.
Arie mengungkapkan dari perkembangan penyidikan tak menutup kemungkinan bertambahnya tersangka dalam kasus ini. "Tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru, bertambah hingga 12-13 orang," pungkas Arie.
Seperti diketahui kasus praktik perbudakan ini pertama kali diungkap oleh media asing, Associated Press (AP) dalam investigasi yang berjudul, 'Are slaves Catching the Fish You Buy?', pada 25 Maret 2015.
Kejadian tersebut membuat berang Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang langsung melarang aktivitas PT Pusaka Benjina Resource (PBR).
Atas insiden tersebut, Kedutaan Besar Thailand untuk Indonesia dan Kepolisian Thailand mengirim utusan ke Benjina, untuk memeriksa dugaan praktik perbudakan ABK Myanmar, Kamboja, dan Thailand itu.
(Randy Wirayudha)