Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sjahrir Tembus Blokade Belanda dengan Diplomasi Beras

Randy Wirayudha , Jurnalis-Senin, 18 Mei 2015 |05:05 WIB
Sjahrir Tembus Blokade Belanda dengan Diplomasi Beras
PM Sutan Sjahrir (kanan) menyepakati "diplomasi beras" dengan perwakilan India untuk mengirim bantuan 500 ribu ton beras
A
A
A

MEMPERTAHANKAN Proklamasi 17 Agustus 1945, tak hanya dilakukan di medan perang, tapi juga arena diplomasi internasional.

Perdana Menteri (PM) Sutan Sjahrir berpikir keras, bagaimana caranya untuk menembus blokade ekonomi Belanda, menyanggah propaganda Belanda soal krisis ekonomi dan pangan, sekaligus menegaskan pengakuan dunia internasional terhadap kedaulatan RI.

Medio 1946, Belanda tengah ketat-ketatnya memblokade RI untuk bisa berdagang dengan negara lain. Sjahrir pun mencetuskan inisiatif yang di kemudian hari sangat vital dan cemerlang buat pengakuan RI terhadap negara-negara lain, terutama sesama bangsa Asia, yakni lewat “diplomasi beras”.

Tentunya pemerintah RI harus meyakinkan dulu pada segenap rakyat untuk mau merelakan sejumlah beras saat itu, untuk dikirim sebagai bantuan kepada salah satu negara sahabat, India. Hal itu juga disampaikan pada Jawaharlal Nehru pada 13 Mei 1946.

Seperti dikutip buku “Kronik Revolusi Indonesia”, Pembicaraan pun segera dilakukannya pada 18 Mei 67 tahun silam (1948), ketika memulai pertemuan lewat perjamuan makan malam dengan wakil pemerintah India, K.L. Punjabi, terkait niat pemerintah RI untuk mengirim bantuan beras ke India.

Persetujuan pemberian bantuan 500 ribu ton beras pun tercapai dan sebagai “tanda jadi” persetujuan itu, PM Sjahrir menyerahkan sekeranjang beras yang ditutupi dengan bendera merah putih, untuk kemudian diberikan pada Raja Muda Lord Wavell di India.

Sebuah kepanitiaan pun dibentuk pada 27 Mei 1946 dengan diketuai Ir. Subianto. India merespons pula dengan mengirim empat kapal ke Indonesia yang akan jadi sarana mengirim beras dari Pelabuhan Cirebon, Probolinggo dan Banyuwangi ke India.

Jawatan Kereta Api juga ikut memberi kontribusi dengan mengangkut sejumlah beras yang terkumpul, termasuk 15 ton dari Badan Perekonomian Rakyat Indonesia di Karawang, dan diantarkan ke pelabuhan Cirebon. Pengiriman bantuan itu berhasil dilakukan pada 20 Agustus 1946.

Sebagai balasannya, India mengirimkan bahan-bahan pakaian, obat-obatan, serta alat-alat pertanian. India juga kian simpati pada perjuangan rakyat Indonesia, dengan melarang sejumlah pesawat, serta kapal Belanda yang hendak singgah ke India.

“Diplomasi Beras” itu kemudian jadi satu titik pengekalan hubungan persaudaraan Indonesia-India, terutama sesama bangsa Asia yang sama-sama tengah memperjuangkan kemerdekaannya.

Diplomasi itu dengan cepat meraih simpati dari negara-negara lainnya, termasuk Australia yang sedianya, sempat menyediakan “ruang” untuk pembentukan NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie), balik mendukung perjuangan Indonesia.

Seperti ketika Australia ikut dalam Konferensi Asia di New Delhi, India, 23 Januari 1949. Konferensi yang juga diikuti sejumlah perwakilan dari Iran, Irak, Lebanon, Pakistan, Filipina, Myanmar, Arab Saudi, Suriah, Yaman, China, Nepal, Selandia Baru dan Thailand itu, menuntut adanya gencatan senjata dan pemulihan Ibu Kota RI di Yogyakarta.

(Randy Wirayudha)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement