Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Jenderal Ahmad Yani dalam Kenangan

Randy Wirayudha , Jurnalis-Jum'at, 19 Juni 2015 |06:09 WIB
Jenderal Ahmad Yani dalam Kenangan
Amelia Yani bercerita mengenang sang ayah, Jenderal Ahmad Yani (Foto: ist)
A
A
A

JAKARTA – Jenar, Purworejo, Jawa Tengah, pada 19 Juni 93 tahun yang lampau (1922), tepatnya di sebuah kompleks pabrik gula lahir seorang bayi lelaki dari pasangan Wongsoredjo dan Murtini. Bayi itu diberi nama Achmad Jani (EYD: Ahmad Yani) yang kelak, menjadi figur besar dan turut mengubah jalanya sejarah bangsa ini.

Ahmad Yani tumbuh dan besar di Desa Rendeng yang berdekatan pula dengan sebuah kawasan bernama Bagelen. Kawasan di mana pada masa yang lebih lampau, Pangeran Diponegoro punya sekira 3 ribu prajurit yang berasal dari daerah ini. Benang merah keprajuritan orang-orang Bagelen, Rendeng, dan Jenar bak diteruskan oleh Ahmad Yani.

Mengenang Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani tidaklah pas jika hanya menggali tentang sosoknya di berbagai literatur yang ada. Kenangannya bisa langsung dilihat di bekas rumah dinasnya di Jalan Lembang Nomor D58, Jakarta Pusat, yang sekarang difungsikan sebagai Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Ahmad Yani.

Beruntung Okezone bisa mengenal lebih dekat sosok Jenderal Ahmad Yani langsung dari penuturan putri ketiganya, Amelia Ahmad Yani, belum lama ini. Sambutan hangat didapati untuk bisa berbincang di ruang tengah, tepatnya di meja makan yang dulu, biasa dipakai Ahmad Yani menandatangani berbagai surat penting, juga tempat anak-anaknya belajar.

“Beliau memang seorang prajurit, ahli strategi perang sejak masuk PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor. Dia juga pandai main ‘Sendai’, olahraga Jepang dengan pedang samurai. Karena pandainya itu, dia bisa lulus dengan baik dan diberi pedang (gunto) yang paling panjang. Itu diakui Pak Sarwo Edhie (Wibowo),” tutur Amelia mengawali pengisahannya tentang Ahmad Yani.

“Setelah itu Bapak kembali ke Magelang. Dia memimpin Brigade XIX Kuda Putih, kuda kendaraannya Diponegoro. Saya pernah baca bahwa ternyata Diponegoro pernah mengambil 3 ribu putra Bagelen, termasuk eyang buyut saya.Di situ saya tahu orang-orang Bagelen seperti ayah saya, adalah orang-orang prajurit. Sampai hari ini, Kodam IV Diponegoro simbolnya kuda putih. Jadi, banyak sejarah di Angkatan Darat (TNI AD) ini dimulai oleh ayah saya,” tambahnya.

Hal yang pasti karier Ahmad Yani tak berhenti sampai di masa Revolusi atau ketika menerima penyerahan Magelang dari tangan Belanda, tapi juga diteruskan hingga mendirikan pasukan Banteng Raiders dalam rangka menumpas Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Tengah.

Kariernya kian melesat setelah penumpasan DI/TII, memimpin Operasi 17 Agustus untuk mengatasi PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), hingga perebutan Irian Barat. Sejak itu, Ahmad Yani jadi salah satu perwira TNI AD yang paling disenangi Presiden Soekarno.

Di satu pihak setelah selesai sengketa Irian Barat, Partai Komunis Indonesia mulai unjuk gigi. Seruan-seruan anti barat yang pro-Amerika Serikat dikutuk. Termasuk, Ahmad Yani ikut diungkit-ungkit berbagai isu, lantaran disekolahkan ke pendidikan komando di AS.

“Hampir setiap hari (PKI) bikin aksi terus di Stadion Senayan (kini Gelora Bung Karno), bikin rapat raksasa. Tentara seperti ayah saya ini yang sekolah komando di Amerika, disebut Jenderal Pentagon yang berkulit sawo matang,” paparnya lagi.

“Beliau sempat diisukan pengkhianat (oleh PKI). Bapak kan memimpin dewan jenderal yang memang biasanya untuk membahas kenaikan pangkat perwira. Tapi isu itu dibuat-buat PKI, difitnah bahwa dewan jenderal untuk menggulingkan Soekarno. Nah, akhirnya pecahlah itu G30S (Gerakan 30 September 1965),” sambung Amelia.

Dalam gerakan itulah, Letjen Ahmad Yani jadi salah satu korban, ditembak pasukan Tjakrabirawa di rumahnya sendiri. Selang beberapa hari, jasad Letjen Ahmad Yani ditemukan bersamaan dengan sejumlah jenderal lainnya di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Titel “Pahlawan Revolusi” disematkan dan pangkatnya dinaikkan secara anumerta menjadi Jenderal penuh setelah disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Bentuk penghormatan akan sosoknya tak hanya diabadikan di museum ini, tapi juga sebuah masjid “Ahmad Yani”yang tak jauh dari museum, pada sebuah kapal TNI AL “KRI Ahmad Yani 351”, Bandara Achmad Yani di Semarang, serta Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) di Cimahi Jawa Barat.

(Randy Wirayudha)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement