Sultan Iskandar Muda mangkat pada 27 Desember 1636 dalam usia 43 tahun. Jasadnya dikubur di area Darul Dunya, komplek Istana Kerajaan Aceh Darussalam. Saat Belanda menginvansi Aceh, jejak makam Iskandar Muda dihilangkan kolonial untuk melenyapkan sejarah kegemilangan Aceh masa lalu.
Jejak makamnya ditemukan kembali pada 19 Desember 1952 oleh Pocut Meurah, permaisuri raja Aceh terakhir, Sultan Alaidin Muhammad Daudsyah, yang saat itu sudah berusia seabad. Kemudian dibangun permanen seperti sekarang.
Namun, sebagian orang meyakini bahwa makam yang dibeton itu hanya monumen untuk mengenang Iskandar Muda saja, sementara makam asli Sultan Iskandar Muda sudah lenyap tak berbekas lagi, meski dipercaya lokasi juga sekitar itu.
Menurut sejarah, Iskandar Muda lahir tahun 1593. Ibunya Putri Raja Indra Bangsa alias Paduka Syah Alam, anak Sultan Alaudin Riyat Syah, pemimpin Kerajaan Aceh Darussalam ke-10. Dari pihak ayahnya, ia disebut keturunan Dinasti Mahkota Alam.
Nama kecilnya Perkasa Alam. Versi lain menyebut, nama aslinya Raja Zainal yang digelari Dhama Wangsa. Baru saat memasuki akil balik dia dijuluki Perkasa Alam, sering juga dipanggil Johan Syah.
Dia diberi gelar Sultan Iskandar Muda saat naik tahta menggantikan Sultan Ali Riyat Syah (1604-1607) yang telah mangkat.
Di tangannya, Kerajaan Aceh mencapai puncak kegemilangan. Wilayah kekuasaannya mencakup dunia Melayu, mulai dari Aceh, sebagian Sumatera hingga semenanjung Malaka (sekarang Malaysia).
Bandar Aceh Darussalam (Banda Aceh sekarang) sebagai Ibu Kota Kerajaan Aceh menjadi pusat perdagangan bebas yang paling sering disinggahi kapal-kapal niaga dari berbagai negara untuk bertransaksi berbagai komoditas maupun transit.
Selat Malaka menjadi lalu lintas pelayaran sibuk kapal-kapal pengangkut hasil bumi dari Asia ke Eropa. Sejarah mencatat, Iskandar Muda orang paling berpengaruh dan berperan penting dalam menjaga stabilitas perekonomian kawasan itu.