JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) siap mengeksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah mengabulkan gugatan kepada mantan Presiden Soeharto, ahli waris mantan Presiden Soeharto, dan Yayasan Supersemar sebesar Rp4,4 triliun.
"Alhamdulillah, MA telah merespons memelalui putusan peninjauan kembali (PK) yang kami ajukan," ungkap Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono, Selasa (11/8/2015).
Menurut dia, putusan MA merupakan pertanda suara kebenaran, kejujuran, dan fair play dalam penegakan hukum yang berunsurkan keadilan serta kemanfaatan.
"Muaranya pada kesejahteraan rakyat secara nyata telah terbuka adanya. Kami menyambut gembira putusan dimaksud dan untuk mengeksekusi ya must be baca secara khidmat, saksama, dan secara resmi ada pemberitahuannya melalui pengadilan negeri setempat," tegasnya.
Widyo mengatakan akan mempelajari dengan teliti putusan MA itu agar bisa segera mengeksekusi gugatan tersebut. "Insya Allah putusan tersebut haqul yakin benar, pasti turun atau dikirimkan dan dipelajari. Kami akan dalami sedemikian rupa dan baru eksekusi, sesuai bunyi amar putusannya," tutur dia.
Perlu diketahui, Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial Suwardi bersama anggota majelis hakim Soltony Mohdally dan Mahdi Soroinda Nasution memutuskan untuk mengabulkan gugatan kepada mantan Presiden Soeharto.
Vonis ini diketok pada 8 Juli 2015. Kasus tersebut bermula saat Presiden Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 1976 yang menentukan 50 persen dari 5 persen sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar.
PP inilah yang membuat Yayasan Supersemar sejak 1976 hingga Soeharto lengser mendapat gelontoran dana sebesar USD420 juta dan Rp185 miliar.
Dana besar yang seharusnya untuk membiayai dana pendidikan rakyat Indonesia tersebut ternyata diselewengkan. Setelah Soeharto tumbang, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diwakili Kejaksaan Agung (Kejagung) menggugat Yayasan Supersemar yang diketuai Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Kejagung membutuh waktu bertahun-tahun untuk menjerat Soeharto dan mengembalikan uang rakyat tersebut. Korps Adhyaksa pun baru berhasil memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 27 Maret 2008. Gugatan ini dikuatkan di tingkat banding dan kasasi.
Namun saat kasasi, terjadi salah ketik. Seharusnya Yayasan Supersemar diwajibkan membayar 75 persen dikali USD 420 juta atau sama dengan USD315 juta dan 75 persen dikali Rp185.918.904.000 sama dengan Rp 139.229.178.000. Tetapi, putusan kasasi tertulis justru Rp185.918.904.
Kesalahan ketik ini pun membuat putusan tidak dapat dieksekusi. Kemudian, jaksa melakukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013.
Dalam PK ini, mantan Jaksa Agung Basrief Arief memasukkan ahli waris keluarga Soeharto untuk bertanggung jawab, karena Soeharto telah meninggal dunia.
MA lalu mengabulkan permohonan Pemohon PK yaitu Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia terhadap termohon tergugat HM Soeharto alias Soeharto (ahli warisnya) dan kawan-kawan.
(Fiddy Anggriawan )