KARAWANG - Mengingat, mengenang atau menapak tilas peristiwa proklamasi di suasana HUT RI ke-70 tahun ini, masih tak lengkap rasanya jika tidak melongok lebih dekat ke sebuah rumah milik seorang Tionghoa, Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Rumah yang 70 tahun silam, sempat jadi tempat peristirahatan keluarga Soekarno dan Mohammad Hatta, sesaat setelah dibawa para pemuda dari Jakarta, 16 Agustus 1945 dini hari.
Untuk bisa mencapainya, sedianya tak terlalu sulit. Dengan mengendarai roda empat melalui Tol Jakarta-Cikampek, lokasinya berjarak sekira 29 kilometer dari Gerbang Tol Karawang Barat. Hampir di setiap ruas jalan selepas jalan tol pun kerap ada penunjuk jalan.
Okezone menelusurinya bersama rekan penggiat sejarah, Hosea Aryo Bimo yang juga sebagai penunjuk jalan. Lokasi tepatnya berada di Kampung Bojong, Desa Kalijaya, Karawang, dengan lebih dulu melewati pelataran Kecamatan Rengasdengklok, di mana terdapat dua tugu “Kebulatan Tekad” yang dulunya, sempat jadi markas PETA (Pembela Tanah Air) dari Dai Ichi II Rengasdengklok.
Kian mendekati lokasi, kondisi jalannya kian sempit. Tak jauh dari tugu tadi, terdapat gapura kecil hanya muat satu lajur kendaraan roda empat. Setibanya di halaman rumah, Okezone segera disambut penghuninya, Iin yang merupakan salah satu cucu Djiaw Kie Siong.
Sekilas rumah itu masih cukup asri dengan dinaungi pohon rindang. Kondisinya nampak cukup baik dan terawat, meski sangat sederhana. Di ruang depan langsung terlihat dua meja altar untuk sembahyang keluarga keturunan Tionghoa ini.
Di meja dan dinding dekat meja itu juga diramaikan sejumlah foto tokoh-tokoh yang pernah berkunjung, serta foto Soekarno dan Hatta yang mengapit satu bingkai lukisan besar sang pemilik pertama, Djiaw Kie Siong.
“Ini ruang depannya, sebelah kiri ruang tidur yang ditempati Hatta, yang kanan Bung Karno,” papar Iin kepada Okezone saat memperlihatkan dua kamar tidur sederhana dengan berukuran sekira 3x8 meter itu, Selasa (18/8/2015).
Tapi sayangnya semua furniture di sana bukan lagi asli sebagaimana dahulu. Iin yang punya nama lahir Djiaw Kuin Moy, menguraikan bahwa sekitar tahun 1961, sejumlah barang di rumah itu dibawa Pangdam III/Siliwangi kala itu, Mayjen TNI Ibrahim Adjie, kecuali dua meja altar untuk mereka sembahyang.
“Ranjang kayu di dua kamar itu, cangkir, teko minum, kursi, ditarik tahun 1961 ke museum di Bandung (Museum Mandala Wangsit Siliwangi-red). Dia bilang mau ditaruh di museum biar enggak rusak. Kita cuma dikasih itu doang, penghargaan dari Pangdam,” tambah ibu satu anak ini.
Rumah Rengasdengklok ini juga sejatinya sudah tak berlokasi di tempat yang asli seperti dulu. Keluarga terpaksa memindahkan rumah yang awalnya berlokasi di pinggir Sungai Citarum itu akibat abrasi air sungai.
“Dulu rumah dekat Sungai Citarum, tapi kena abrasi. Dipindahlah tahun 1957, dibongkar semua dan dipindah secara gotong royong bersama warga sekitar,” tandas Iin. (awl)
(Susi Fatimah)