Kepastian perubahan dan variasi iklim memastikan petani pada keharusan untuk memahami gejalanya. Untuk itu, Penyuluh pertanian mempunyai peran penting dalam menerjemahkan data tersebut menjadi informasi iklim yang berguna dan bermafaat bagi para petani untuk memutuskan jenis komoditas dan waktu tanamnya.
“Jika dulu secara tradisional bisa berpatokan pada hari dan bulan, sekarang harus berpatokan dengan data, yaitu pola curah hujan di wilayahnya. Data tersebut diperoleh dari pengukuran harian agar diperoleh karakteristik curah hujan di lokasi bersangkutan. Tentu saja, untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang kondisi dan cuaca di lokasi tersebut, tidak hanya curah hujan yang diukur dan dicatat, tetapi juga semua parameter cuaca, seperti radiasi matahari, tekanan, kelembaban, suhu, kecepatan dan arah anginnya,” papar Andi.
Keberhasilan SLI yang dinisiasi oleh BMKG juga telah dilirik oleh Badan Meteorologi Dunia WMO (World Meteorological Organization), sebagai salah satu ikon pelayanan iklim dalam proses adaptasi perubahan iklim.
Karena menurut WMO, SLI atau CFS (Climate Field School) yang dilakukan BMKG sejalan dengan salah satu program WMO, yaitu (Global Framework for Climate Services) jika diartikan adalah Kerangka global Layanan Iklim. Imbasnya, BMKG dipercaya untuk kedua kalinya menjadi tuan rumah penyelenggaraan Training of Trainers Course on Climate Field School for Asia Pacific (TOT CFS).
“Tahun 2015 ini, untuk kedua kalinya BMKG mendapat kepercayaan menyelenggarakan Training of Trainer Course on Climate Field School untuk negara-negara Asia Pasifik yang bertempat di pusat pelatihan regional di Citeko, Bogor,” sebutnya.