JAKARTA - Beberapa aktivis mendesak ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus atau Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto (BW).
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menegaskan mengeluh dengan sikap para aktivis tersebut. Pasalnya dengan adanya intervensi itu mereka telah merusak citra penegakan hukum di Indonesia.
"Jadi kelompok (aktivis) itu befikir tidak objektif lagi, karena pangkal dari kerusakan hukum ini itu (adanya intervensi)," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2015).
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah
Politisi Partai Keadilan Sejahtere (PKS) tersebut mengatakan, orang-orang seperti para aktivis yang membela satu kepentingan tertentu telah mengakibatkan Indonesia dalam penegakan hukum dipandang sebelah mata.
"Ini SP3 ini agak berfikir yang imajinatif, dan dunia hukum kita itu diwarnai proses lobi-lobi yang akhirnya hukum kita dipandang setengah hati. Karena ini sekarang Indonesia dipandang sebagai negara yang ketidakpastian," tegasnya.
Oleh karenanya dia mengaku dalam waktu dekat akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertanyakan mengenai komitmen penegakan hukum di Indonesia yang mudah diintervensi.
"Kami ingin bicara ke Presiden mau menanyakan kemana hukum ini, apa mau ada pencitraan-pencitraan saja," pungkasnya.
Sebelumnya, sebanyak 70 orang akademisi meminta Presiden Jokowi mengingatkan Jaksa Agung HM Prasetyo untuk menghentikan kasus Bambang Widjojanto. Kasus Wakil Ketua KPK nonaktif itu dinilai tak pantas masuk ke pengadilan.
Para akademisi memiliki 3 alasan proses hukum BW tidak perlu dilanjutkan. Pertama, saat disangkakan, BW berstatus advokat. Kedua, Peradi telah memutuskan tindakan yang dilakukan BW sebagai pelanggaran kode etik, bukan pidana. Ketiga, Ombudsman RI menyatakan perkara tidak didahuli oleh proses penyelidikan.
(Angkasa Yudhistira)