JAKARTA – Setelah satu tahun memerintah, kebijakan luar negeri Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima penilaian yang beragam.
Hal itu terlihat dalam seminar “First Year of Indonesia’s Foreign Policy Under Jokowi Administration: What is New, What Has Been Achieved, And Where Is It Going,” yang diadakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), hari ini, Senin (16/11/2015).
“Kita mengulas mengenai satu tahun politik luar negeri Presiden Jokowi. Banyak apresiasi terhadap kinerja beliau,” kata Pendiri FPCI sekaligus narasumber seminar Dino Patti Djalal di Jakarta, Senin (16/11/2015).
Kebijakan luar negeri Pemerintahan Jokowi dinilai berhasil merealisasikan prioritas kebijakannya, seperti perlindungan warga negara Indonesia (WNI) dengan repatriasi para tenaga kerja Indonesia (TKI) overstay dan ilegal dari negara asal, serta pemulangan WNI dari wilayah-wilayah konflik seperti Yaman dan Suriah.
Pemerintah juga dinilai berhasil memulai kembali pembicaraan mengenai perbatasan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam yang mungkin membutuhkan waktu yang cukup panjang.
Namun, di luar keberhasilan itu, kebijakan luar negeri Indonesia yang tidak banyak melibatkan negara lain dan agresif, karena lebih banyak mendorong pemenuhan kepentingan nasional di forum internasional.
Keikutsertaan Indonesia dalam Trans Pacific Partnership (TPP), juga banyak dikritisi karena dinilai dilakukan tanpa adanya kajian mendalam, mengenai untung rugi bergabungnya Indonesia dalam kesepakatan perdagangan bebas yang sangat ambisius itu.