Gangguan keempat ini menunjukkan kesamaan dengan kejadian pada 25 Desember 2014 atau tiga hari sebelum pesawat celaka. Saat itu, ketika masih di darat, pesawat QZ 8501 menunjukkan gangguan circuit breaker (CB) dari flight auqmentation computer (FAC) yang direset.
"Tindakan awak pesawat setelah gangguan keempat ini mengaktifkan tanda peringatan kelima yang memunculkan pesan di ECAM berupa 'Auto FLT FAC 1 Fault' dan peringatan keenam yang memunculkan pesan di ECAM berupa 'Auto FLT FAC 1+2 Fault'," ujarnya.
Setelah muncul pesan 'Auto FLT FAC 1-2 Fault' itu, sistem autopilot dan autothrust tidak aktif. Sistem kendali fly by wire pesawat berganti dari normal law ke alternate law di mana beberapa proteksi tidak aktif.
"Pengendalian pesawat oleh awak dari autopilot ke manual itu selanjutnya menyebabkan pesawat masuk kondisi 'upset condition' dan 'stall' hingga akhir rekaman FDR," katanya.
Cahyo melanjutkan, KNKT juga mencatat perawatan pesawat dalam 12 bulan terakhir sebelum celaka. Di sana pihaknya menemukan adanya 23 kali gangguan yang terkait dengan sistem RTL di 2014. Selang waktu antara kejadian menjadi lebih lebih pendek dalam tiga bulan terakhir.
"Gangguan-gangguan itu diawali oleh retakan soplder pada electronic module pada RTL Unit (RTLU) yang lokasinya berada pada vertical stabilizer, sistem perawatan pesawat yang ada saat itu belum memanfaatkan post flight report (PFR) secara optimal, sehingga gangguan pada RTL yang berulang tidak terselesaikan secara tuntas," tuturnya.
Cahyo menyimpulkan, penyebab jatuhnya pesawat nahas itu diketahui ada sejumlah faktor yang berkontribusi pada kecelakaan pesawat nahas itu. Seperti retakan soplder pada electronic module di RTLU menyebabkan hubungan yang berselang dan berakibat pada masalah yang bekelanjutan dan berulang.