JAKARTA - Mabes Polri membantah adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kematian terduga teroris Siyono yang disebut-sebut sebagai panglima investigas kelompok teroris Neo Jamaah Islamiyah. Siyono tewas usai terlibat baku pukul di dalam mobil dengan anggota Densus 88 Anti Teror yang mengawalnya usai ditangkap di dekat rumahnya di Cawas, Klaten, Jawa Tengah.
"Kalau menurut kami tidak ada pelanggaran HAM dalam kasus ini. Karena yang pertama kali dipukul itu polisi," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Anton Charliyan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta, Rabu (16/3/2016).
Meski ada protes dari Komnas HAM, Polri, lanjut Anton, tetap akan melibatkan Komnas HAM untuk menyelidiki kematian Siyono.
"Nanti ada tim yang periksa, termasuk Komnas HAM. Apakah ketika polisi dipukul pipi kiri, kemudian diserahkan pipi kanan? Ketika dia melawan (teroris) lalu mati, itu bagaimana," lanjutnya.
Menurut Anton, minimnya jumlah personel Densus 88 yang mengawal Siyono merupakan kesalahan yang sangat fatal dilakukan, dan tentu tak sesuai dengan Standar Operasional Procedure (SOP) yang dimiliki Densus 88 saat melakukan penggerebegan.
Anton menuturkan Divisi Propam Polri sudah bergerak untuk menyelidiki kelalaian ini. Pihak Propam Polri, tambah dia, telah meminta keterangan sejumlah anggota termasuk ketua tim yang memimpin penggerebegan dan penangkapan terhadap Siyono saat itu.
"Propam langsung mengadakan penyelidilkan. Beberapa anggota termasuk ketua tim secara internal sudah berjalan pemeriksaannya," pungkas dia.
Sebelumnya Anton mengakui adanya kesalahan prosedur dalam mengamankan seorang terduga teroris yang baru saja dibekuk dari lokasi penangkapan.
"Kami juga menyayangkan. Kami juga mempertanyakan. Kenapa cuma sendiri, karena bersangkutan. Mata ditutup, diborgol. Mungkin bujuk rayunya minta buka penutup mata saja. Tapi borgol ini kesalahan prosedur," kata Anton, Senin 14 Maret 2016.
(Rachmat Fahzry)