JAKARTA - Komisioner Komnas HAM, Hafid Abbas, menilai Densus 88 Mabes Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih lemah dalam memecahkan permasalahan terorisme di Indonesia.
Bukan tanpa sebab, berkaca pada kasus Siyono yang tewas usai ditangkap Densus 88 di daerah Prambanan beberapa waktu lalu, menurut Hafid Abbas, adalah bukti nyata pelanggaran HAM dalam memecahkan permasalahan terorisme.
"Kami lihat ada satu penyimpangan, modus ini cukup lama, betapa lemahnya Densus 88 dan BNPT berhadapan dengan kasus Siyono dan 20 kasus lainnya, ada penyimpangan yang berlawanan dengan HAM," ujar Hafid di Gedung MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (30/5/2016).
Berpijak pada kasus-kasus semacam ini, maka diperlukan adanya revisi UU Terorisme, agar kejadian serupa tak berulang di masa mendatang. Ledakan bom di kawasan Thamrin beberapa waktu lalu juga menjadi momentum untuk melakukan Revisi UU terorisme. "Kasus bom Sarinah, jadi momentum banyak pihak supaya undang-undang ini direvisi," jelasnya.
Dia menambahkan, perlu ada pembahasan mendalam dalam RUU Terorisme agar tidak kembali terjadi pelanggaran HAM dalam memecahkan masalah terorisme. "Densus harus diaudit oleh lembaga independen, seperti kasus Siyono, kata PBB kita gak bisa jadi lembaga pencabut nyawa. Harus respect, human dignity," tegasnya.
(Muhammad Saifullah )