Kursi Menteri Dalam Negeri dikenal sebagai kuburan bagi karir beberapa politikus, namun di tangan May jabatan ini meneguhkan dirinya sebagai politikus ulung.
Theresa May mencatat sejumlah prestasi, yakni angka kejahatan menurun, rencana teror digagalkan pada 2013, dan ia mendeportasi ulama radikal Abu Qatada. Ia juga membenahi kepolisian dan dikenal dengan pernyataannya bahwa masalah korupsi tidak hanya dilakukan oleh segelintir perwira saja.
Analis politik di Inggris memperkirakan peluang May sebagai perdana mungkin baru muncul setelah 2018. Namun referendum soal Uni Eropa pada 23 Juni rupanya mengubah 'nasib politik' May. Referendum telah membelah Inggris dan juga Partai Konservatif. May dianggap sebagai calon kuat untuk mengakhiri perpecahan ini.
Ia dikenal sebagai pribadi yang tangguh dan tak segan untuk menyampaikan kenyataan sulit di dalam tubuh Partai Konservatif. Inilah yang membuatnya bertahan di 'lingkaran atas' partai dalam 17 tahun terakhir.
Banyak yang mengatakan tantangan yang dihadapi May sangat besar: mulai dari menyatukan kembali Inggris yang terbelah akibat referendum dan memimpin perundingan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit).
May adalah pendukung Inggris tetap berada di Uni Eropa, namun May mengatakan Brexit adalah Brexit. "Kita tak mungkin mengubah keputusan ini. Yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana mendapatkan manfaat maksimal dengan berada di luar Uni Eropa," kata May.
(Wikanto Arungbudoyo)