“Itu karena (makanan) harus dibawa dari dapurnya di Jabal Nur, kalau sayur terlalu banyak kuah bisa tumpah, yang penting ada sayurnya,” Abdul Djamil menjelaskan.
Di penghujung sidak, Abdul Djamil memaparkan blusukannya ini untuk memastikan semua layanan berjalan sesuai perencanaan.
“Kalau makanannya cocok berarti sudah sesuai dengan kontrak. Soal porsi memang sudah diatur dalam kontrak. Sebelum disampaikan ke jamaah akan dicek gramasinya. Jika pihak katering mengurangi, maka akan dipotong jumlah pengadaannya. Jika mengulang lagi sampai tiga kali, maka kita batalkan lalu dialihkan ke yang lain. Kalau di Madinah dapat makan dua kali sehari dan pada malam hari dibagi roti dan cupcake untuk sarapan pagi. Kalau di Makkah hanya 24 kali, dulu hanya 15,” ujarnya.
(Fiddy Anggriawan )