Pria berusia 57 tahun tersebut menuturkan, para korban dibunuh dengan cara dicekik, dibakar, dimutilasi, dan kemudian dikuburkan di sebuah tempat penggalian milik salah satu anggota Davao Death Squad. Bahkan, ada korban yang dilemparkan hidup-hidup ke laut untuk menjadi makanan buaya.
Tidak hanya itu, Duterte juga bahkan pernah turun tangan langsung menghabisi salah satu korbannya, seorang agen dari Biro Investigasi Nasional Filipina pada 1993. Usai baku tembak antara Pasukan Kematian dengan petugas dari Kementerian Kehakiman, Duterte tiba di lokasi dan langsung memberondong sang petugas yang masih hidup dengan senapan mesin.
Matobato juga mengungkap cara-cara sadis yang digunakan Pasukan Kematian Davao untuk menghabisi korban. Semula, tujuan pembentukan pasukan tersebut adalah untuk membasmi pelaku kriminal dan penjahat, tetapi lama-lama berkembang menjadi lawan politik, pengkritik, dan bahkan orang yang tidak disukai oleh Duterte.
Pasukan Kematian Davao akan menerima langsung perintah dari Duterte atau dari pejabat kepolisian Davao yang ditugaskan di kantor wali kota. Setelah perintah diterima, para korban diculik oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai petugas kepolisian. Korban dibawa ke sebuah lokasi penggalian di mana mereka dibunuh dengan sadis.