Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Polisi dan Militer Myanmar Tembaki 24 Pengungsi Rohingya

Silviana Dharma , Jurnalis-Selasa, 11 Oktober 2016 |05:30 WIB
Polisi dan Militer Myanmar Tembaki 24 Pengungsi Rohingya
Ilustrasi. Penembakan di Myanmar. (Foto: dok. Okezone)
A
A
A

MAUNGDAW – Skala kekerasan di Myanmar dikhawatirkan meningkat setelah 24 pengungsi Rohingya ditembak mati polisi di Maungdaw, barat Myanmar. Saksi mata mengatakan, insiden tersebut merupakan hasil dari operasi gabungan antara polisi dan militer Myanmar.

“Senin 10 Oktober 2016 pagi sekira pukul 06.00. Sepasukan polisi keluar dari tiga truk tiba di Desa Myothugyi, 1,6 kilometer jauhnya dari Kota Maungdaw. Lalu tujuh orang ditembak mati,” kata seorang pengungsi Rohingya di Maungdaw, U Zaw Oo, seperti dikutip dari New York Times, Selasa (10/10/2016).

Ia menuturkan, pascakejadian situasi di kota menjadi sunyi. Seluruh penduduk Muslim mengunci diri di dalam rumah karena takut menjadi sasaran amuk polisi dan militer Myanmar.

Seorang jurnalis lokal yang ikut dalam operasi militer gabungan juga mengungkap hal senada. Wartawan Frontier Myanmar, Mratt Kyaw Thu melihat tiga orang ditembak mati ketika berusaha kabur dari kejaran pasukan keamanan yang mulai masuk ke desa sejak Minggu 9 Oktober.

Penembakan terhadap 24 Muslim Rohingya itu terjadi sebagai sehari setelah penyerangan tiga pos polisi Myanmar di perbatasan dengan Bangladesh. Pemerintah sendiri belum menjelaskan kelompok militan mana yang bertanggung jawab atas serangan ke kantor polisi itu, tetapi diduga serangan balik telah menyasar ke pemukiman bagi jutaan rohingya di negara bagian Rakhine.

Kepala polisi Myanmar, Mayjen Zaw Win memaparkan, serangan ke kantor polisi di Arakan telah menewaskan sembilan polisi dan delapan militer. Mereka dibunuh secara sadis, antara lain ada yang lehernya digorok. Pelaku sedikitnya meninggalkan sedikitnya 62 macam senjata dan 10.130 butir amunisi selama serangan.

“Para penyerang menggunakan pedang, tombak dan senjata buatan sendiri. Mereka meneriakkan ‘Rohingya! Rohingya! dan bicara dalam bahasa Bangla,” imbuhnya.

Negara bagian Myanmar dan nasib pengungsi Rohingya yang hingga kini tidak kunjung mendapat pengakuan kewarganegaraan, menyedot perhatian dari komunitas internasional sejak Juni 2012. Lebih dari 300 orang tewas kala itu, sementara ratusan ribu lainnya terimbas kekerasan sektarian (SARA). Bentrokan pecah setelah beredar seorang perempuan Myanmar yang beragama Budda diperkosa dan dibunuh di wilayah pengungsi Rohingya di Rakhine.

(Silviana Dharma)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement