Pesawat dengan kecepatan maksimal 510 km/jam itu di masa Perang Pasifik, acap disalahartikan sebagai Pesawat Messerschmitt Me-109 milik Jerman saking miripnya. Ditambah lagi karena memang motor pesawatnya berlisensi Daimler DB-601A buatan Jerman
Penamaan Pesawat Pangeran Diponegoro I itu sendiri dicetuskan Lettu Imam Soepeno. Uji terbangnya sendiri setelah mengalami beberapa perbaikan, dilakukan seorang pilot (orang) Jepang yang sudah mengubah namanya jadi Atmo.
Atmo jadi satu dari beberapa pilot Jepang yang memilih bertahan di Indonesia pasca-Perang Dunia II. Mereka bersedia jadi pilot penguji pesawat dengan jaminan perlindungan (dari sekutu) dengan status penerbang Indonesia dari Panglima Divisi VII Surapati Jenderal Mayor Imam Soeja’i.
Nah kembali ke soal Pak Dirman ingin mencoba Pesawat Pangeran Diponegoro I, sebagaimana dikutip buku ‘Sang Elang: Serangkai Kisah Perjuangan H AS Hanandjoeddin di Kancah Revolusi Kemerdekaan RI’ karya Haril M Andersen, sang Pangsar bertanya, siapa yang sudah mengujicobakan pesawat tersebut.
“Siap Panglima Besar! Penerbang Atmo yang sudah mengujicobanya,” jawab Jenderal Mayor Imam Soeja’i.