JAKARTA - Advokat Habiburokhman menekankan pentingnya permohonan uji materi pasal 222 UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Dia menegaskan, gugatan tersebut bukan untuk mencari sensasi, melainkan mewakili kepentingan orang banyak.
Ia juga membantah keras jika ada pemikiran bahwa UU Pemilu penting hanya untuk mereka yang mau mencalonkan diri jadi presiden dan wakil presiden. Habiburokhman menyatakan pemahaman semacam itu sangat keliru dan bahaya bagi kelangsungan negara.
"Menurut saya, uji materi ambang batas pencalonan presiden ini penting. Ini menyangkut kepentingan semua orang, mulai dari tukang becak, menteri, hakim dan elemen masyarakat secara keseluruhan," ujarnya saat ditemui awak media di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (15/8/2017).
Oleh karena itu, dia berharap pemeriksaan perkara nomor 44/PUU-XV/2017 bisa selesai paling lambat 6 bulan ke depan. Dengan begitu, parpol-parpol peserta pemilu punya cukup waktu untuk mengadakan konvensi guna menggodok nama-nama yang layak diusung pada pemilu serentak 2019. Itu berarti, sebelum jadwal pendaftaran capres sekitar Juli-Agustus tahun depan.
Mahkamah Konstitusi hari ini menggelar sidang pengujian UU Pemilu dengan agenda perbaikan permohonan. Pada sidang pemeriksaan pendahuluan pertama 3 Agustus lalu, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menyarankan pemohon untuk memperdalam paparan kerugian-kerugian konstitusionalnya, termasuk menguraikan lebih gamblang legal standing atau kedudukan hukum pemohon.
Seperti diketahui, kedudukan hukum Habiburokhman sempat memicu polemik karena keanggotaannya di Partai Gerindra. Berdasarkan putusan MK Nomor 45 Tahun 2016, MK tidak menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Undang-undang Pemilihan Umum, yang diajukan Parpol atau pengurusnya, karena tidak memiliki kedudukan hukum.
"Masa saya sebagai warga negara enggak punya legal standing," tukasnya menjawab ambiguitas statusnya sebagai pemohon di sidang kali ini.