Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Menlu Inggris: Krisis Rohingnya 'Nodai' Reputasi Myanmar

Emirald Julio , Jurnalis-Selasa, 19 September 2017 |23:08 WIB
Menlu Inggris: Krisis Rohingnya 'Nodai' Reputasi Myanmar
Foto Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson, pada pertemuan awal Sidang Majelis Umum PBB yang membahas malasah krisis Rohingnya (Foto: AP)
A
A
A

NEW YORK – Krisis kemanusiaan yang menimpa warga etnis Rohingya telah dibawa dalam pertemuan awal Sidang Majelis Umum PBB yang dihadiri para menteri luar negeri negara anggota. Pada pertemuan yang diadakan Senin 18 September 2017 waktu New York, Amerika Serikat, itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris ikut angkat bicara.

Sebagaimana dikutip dari San Fransisco Chronicle, Selasa (19/9/2017) Menlu Inggris, Boris Johnson, memimpin pertemuan tersebut bersama dengan sejumlah perwakilan pemerintah Barat dan negara mayoritas Muslim. Mereka sepakat untuk mendesak pejabat Myanmar mengakhiri kekerasan yang terjadi di Rakhine State dan memudahkan akses bantuan kemanusiaan.

Baca juga: Nah! Pemerhati HAM Ingin Suu Kyi dan Pejabat Militer Myanmar Diberi Sanksi Terkait Rohingya

Johnson menegaskan, kekerasan di Rakhine State telah menjadi noda untuk reputasi Myanmar. Ia menambahkan, merupakan hal yang vital agar Aung San Suu Kyi dan pemerintahannya memberikan penjelasan bahwa kekerasan yang menimpa warga Etnis Rohingnya harus berakhir.

Selain pertemuan tersebut, ada pertemuan tertutup yang diadakan untuk membahas krisis Rohingnya. Pada pertemuan itu hadir perwakilan dari Bangladesh, Indonesia, Turki, Australia, Kanada, Swedia, Denmark, dan Amerika Serikat.

Tekanan dari komunitas internasional pun sangat terasa di Myanmar. ITV mewartakan, Aung San Suu Kyi, mengklaim ia tidak khawatir dengan pengawasan internasional terhadap tindakan pemerintahannya dalam menangani krisis Rohingnya.

Baca juga: Terungkap! Hasil Citra Satelit, Militer Myanmar Musnahkan 214 Desa Rohingya

Hal itu disampaikan Aung San Suu Kyi dalam pidato nasionalnya yang membahas mengenai kekerasan di Rakhine State yang menimpa warga etnis Rohingnya. Sekadar informasi, kekerasan itu telah membuat lebih dari 400 ribu warga etnis Rohingnya memilih melarikan diri ke Bangladesh.

Perempuan berusia 72 tahun itu mengklaim, mayoritas warga etnis Rohinya tidak melarikan diri dari Rakhine State dan kekerasan yang terjadi di sana telah mereda. “Saya menyadari bahwa perhatian dunia terfokus di Rakhine State. Sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa, Myanmar tidak takut pada pengawasan internasional,” tegas Suu Kyi pada pidatonya Selasa 19 September 2017.

Pada pidatonya itu, ia menyadari terjadinya perpindahan masal warga etnis Rohingya ke Bangladesh. Suu Kyi mengklaim, ia akan mencari tahu mengapa peristiwa eksodus ini bisa terjadi.

(Emirald Julio)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement