KUPANG - Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi Indonesia yang berada dalam gugusan Sunda Kecil dan termasuk dalam Kepulauan Nusa Tenggara dengan 21 Kabupaten/Kota. Di awal kemerdekaan Indonesia, kepulauan ini merupakan wilayah Provinsi Sunda Kecil yang beribukota di Kota Singaraja dan akhirnya dimekar menjadi tiga provinsi masing-masing Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur seperti saat ini.
Provinsi dengan kurang lebih 550 pulau antara lain Pulau Flores, Pulau Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor, Pulau Lembata, Pulau Rote, Pulau Sabu, Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Komodo dan Pulau Palue itu juga ikut dalam kontestasi pemilihan gubernur (Pilgub) serentak 2018 mendatang.
Tensi dan manuver partai politik pemilik kursi di parlamen dan para kandidat terus saja menanjak. Berbagai cara digadaikan untuk kepentingan meraup simpati dan kepercayaan partai dan masyarakat pemilih. Salah satu yang terus dan selalu saja dijual ke publik adalah manuver suku, agama dan golongan.
(Baca Juga: Pilgub NTT, Kiat Menangi Pilgub Relawan Calon Gubernur Esthon-Chris Bergerak Masif Masuk ke Kandang Lawan)
Manuver beraroma suku, agama dan golongan ini sudah menjadi keniscayaan. Betapa tidak, dari aspek demografi Nusa Tenggara Timur memiliki beragam etnis yang bisa dirinci, Atoni atau Dawan yang berada di Pulau Timor dengan kekuatan jumlah sekitar 21 persen, Manggarai di Pulau Flores 15 persen, Sumba 13 persen, Lamaholot 5 persen, Belu 6 persen, Rote 5 persen, Lio 4 persen, Tionghoa 3 persen.
Sementara dari aspek agama, Katolik berjumlah 55,39 persen, Kristen Protestan 34,32 persen, Islam 9,05 persen, Marapu 1.05 persen, Hindu 0.18 persen dan Agama Buddha 0.01 persen.
"Meskipun manuver beraroma suku, agama dan golongan itu terus menjadi bagian penting dari perjuangan politik ini, namun kondisi keamanan dan kebersamaan sesama warga tetap terjaga. Tidak pernah ada sejarah NTT perang karena suku, agama, atau golongan sebagai akibat manuver di pilkada," kata Calon Gubernur usungan Partai Gerindra, PAN dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Esthon Foenay dalam perbincangan dengan Okezone di Kupang, senin (4/12/2017).
Menurut dia, NTT tidak sama seperti daerah lainnya yang mudah terpecah bahkan sampai perang suku, sebagai akibat dari berbeda pilihan di hajatan politik seperti pemilihan gubernur ini. Beragam, suku, agama dan golongan yang dimiliki masyarakat NTT itu malah telah diamini sebagai sebuah kekayaan bagi daerah ini dan potensi untuk pengembangan kemajuan masyarakat dan daerah.
"Jadi manuver suku dan agama, tidak menjadi hal yang bisa memicu kerusuhan. Bahkan masyarakat tetap utuh dalam persaudaraan dan tetap merawat toleransi yang sudah ada sejak lama," katanya.