Mesin Pengais Konten
Mengenai pengoperasian mesin pengais konten negatif, Evita berharap pengoperasian ini akan dapat mengurangi dampak negatif penggunaan internet dan sebaliknya mendorong pemanfaatan internet secara positif.
“Saya mengucapkan selamat dan mengapresiasi mulai beroperasinya mesin crawling ini per tanggal 3 Januari 2018. Tentu, kita ingin melihat hasil positifnya ke depan, karena alat ini bisa dengan cepat mencari sehingga bisa dengan cepat, lebih luas dan tepat untuk dilakukan tindakan. Terbukti dalam beberapa hari saja ada jutaan yang di-crawling dan ratusan ribu yang dideteksi sebagai situs pornografi,” ujarnya.
Menurut Evita, keberadaan peralatan mesin pengais konten negatif seperti ini sudah menjadi kebutuhan penting dan sudah sejak lama diharapkan, apalagi untuk pornografi misalnya sangat cepat perkembangannya sehingga dibutuhkan juga tindakan yang lebih cepat, begitu juga dengan konten-konten negatif lain.
(Baca juga: Mengenal Badan Siber dan Sandi Negara yang Dibentuk Presiden Jokowi)
Publik, menurut Evita, tentu mendukung langkah pemerintah untuk menghadapi konten negatif yang meresahkan masyarakat. Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), maupun Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif.

Menurut Evita, selama ini pengaduan banyak diterima mengenai keberadaan konten negatif di internet, baik dari masyarakat maupun dari instansi pemerintahan maupun non-pemerintahan. Tata cara pemblokiran ataupun normalisasi atas pemblokiran situs sudah diatur oleh Kemenkominfo. Ke depan mesin ini bisa dimanfaatkan oleh instansi lain untuk mendukung tugas dan fungsi mereka, seperti untuk BNPT, BNN, OJK dan lainnya.
“Jadi dengan adanya peralatan ini, maka pemblokiran tidak hanya melalui pengaduan publik tapi juga melalui mesin pengais konten ini. Kemenkominfo sudah memiliki sistem dan tata cara, termasuk model-model identifikasi, klafisikasi hingga analisis,” sambung Evita.
(Baca juga: Kepala BSSN Diharapkan Kerja Cepat Kelola Sistem Siber di Indonesia)
Terkait keberadaan BSSN, Evita berpendapat adanya perubahan beberapa kewenangan di Ditjen Aptika Kemenkominfo ke BSSN tentu akan mempengaruhi juga pengelolaan mesin crawling ini.
“Kalau tetap seperti konsep awal kewenangan pemblokiran dan pengaturan network diserahkan kepada BSSN maka tentu wajar jika ada perubahan dalam pengelolaan mesin ini. Tapi yang jelas BSSN harus kuat dan didukung oleh peralatan yang juga terbaik untuk mengantisipasi perkembangan ke depan,” sambungnya.
Seperti diketahui, tugas pemblokiran dan pengaturan network awalnya dibebankan kepada Ditjen Aptika melalui Direktorat Keamanan Informasi dan ID SIRTII di Kominfo. Dengan adanya BSSN, tidak semua Ditjen Aptika digabungkan ke badan baru ini, tapi hanya Direktorat Keamanan Informasi dan ID SIRTII saja.
(Awaludin)