MANADO - Kantor Imigrasi Kelas I, Manado, menduga ada sindikat internasional penyelundupan manusia yang beroperasi di Manado. Hal itu terungkap karena adanya dua warga negara asing (WNA) asal Afghanistan datang meminta suaka di kantor Imigrasi kelas I Manado, pada Rabu 21 Maret 2018.
Frista Haedari, WNA Afghanistan itu datang bersama anaknya bernama Hasnah Haedari yang masih berusia 4 tahun 6 bulan. Dia mengaku, sebagai pencari suaka dan ingin menjadi pengungsi mengikuti suaminya Muhammad Yasin Haidari yang sudah 2 tahun tinggal di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado dan sebelumnya tinggal di Rudenim Makassar selama 2 tahun.
(Baca Juga: Polisi Tanya Ini ke CW yang Diduga Eksploitasi Anak di Hotel)
Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim) Manado, Friece Sumolang mengatakan, sudah menghubungi International Organization for Migration (IOM) Manado dan memutuskan untuk tidak menangani masalah kedua orang tersebut.
"Pertimbangannya bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri maka seseorang asing seperti orang itu merupakan tanggung jawab Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) untuk menanganinya," jelas Kakanim Manado, Friece Sumolang.
IOM sendiri, menurut Sumolang, menolak untuk membiayai segala keperluan pencari suaka atau calon pengungsi seperti biasanya selama ini mereka lakukan sehubungan dengan adanya kebijakan baru dari negara pendonor IOM, yaitu bahwa terhitung mulai tanggal 15 Maret 2018 IOM tidak akan membiayai apapun terhadap siapapun yang menyatakan diri sebagai pencari suaka atau calon pengungsi yang masuk ke wilayah atau menyerahkan diri kepada instansi pemerintah Indonesia setelah tanggal 15 Maret 2018.
Kedua, pencari suaka tersebut akhirnya diistirahatkan di tempat penampungan sementara setelah berkordinasi dengan pihak Rudenim Manado dan mitra Rudenim selama ini yaitu Jesuit Refugess Services (JRS) Manado.
"Kedua orang tersebut diistirahatkan di suatu tempat penampungan atas biaya JRS sampai dengan hari Senin, 26 Maret 2018 dan masih tetap di bawah pengawasan Kanim Manado," ujar Sumolang.
Sementara Kepala Divisi Imigasi Sulawesi Utara, Dodi Karnida mengatakan bahwa kedatangan Ibu dan anak Afghanistan ini ke Manado dapat dipastikan memang telah diatur oleh sindikat internasional karena dari hasil pemeriksaan, ia mengaku berangkat dari Afganistan ke India dan terus ke Jakarta via Kualalumpur dengan pesawat terbang.
"Dia mengaku hanya berdua saja dengan anaknya tetapi kami tidak yakin karena ternyata iapun pernah tinggal di Jakarta selama 7 hari untuk kemudian diatur terbang ke Manado. Pertanyaannya adalah, dokumen apa yang mereka gunakan ketika membeli tiket dan ketika melakukan check in untuk terbang ke Manado," jelas Karnida
Tentu saja ini ada yang mengatur menurut Karnida sehinggga untuk penanganan terhadap hal ini harus lebih berkordinasi lagi dengan instansi terkait lainnya termasuk dengan unsur penerbangan agar tidak terjadi banjir pengungsi ke Manado sebagaimana pernah terjadi pada tahun 2014-2015 yang lalu.
Untuk itu, pendekatan terhadap masalah ini lanjut Karnida harus hati-hati dan mungkin lebih menonjolkan kepada unsur kemanusiaan karena kalau tidak hati-hati sepertinya akan mengalami kesulitan.
"Mereka ini tidak memiliki paspor atau identitas lainnya, mengaku bernama Frista dan Hasnah tetapi kan tidak ada dokumen pembanding untuk kepentingan verifikasi, demikian juga mengaku sebagai WNA Afghanistan tetapi belum tentu Kedutaan Afghanistan mengakui mereka sebagai warga negaranya," ujar Karnida.
Lebih lanjut Karnida mengatakan bahwa kedua WNA Afghanistan itu sudah dipertemukan dengan suami dan bapaknya yang sudah berstatus sebagai pengungsi dan tinggal di Rudenim Manado selama 2 tahun.
"Saya sudah memberikan petunjuk kepada Kakanim Manado untuk pada hari Senin esok menyerahkan kepada Rudenim Manado untuk difasilitasi agar dapat tinggal berdekatan dengan suaminya yang didetensi di Rudenim," tambah Karnida.
(Baca Juga: Kunjungi Entikong, Menlu Minta Petugas Perbatasan Awasi Kejahatan Perdagangan Manusia)
Hal itu dilakukan Karnida sebagai bentuk pendekatan dari sisi kemanusiaan. Saat ini kebijakan dunia internasional terhadap pengungsi asing menjadi lebih ketat lagi sejalan dengan situasi internasional.
Sehingga, selama ini pengungsi yang tinggal di Indonesia diambil oleh negara ketiga seperti Australia, Selandia Baru dan Kanada berjumlah sekitar 300-400 orang per tahun, maka mulai tahun 2018 ini menurut UNHCR kuotanya mungkin hanya tinggal 30an orang padahal pengungsi yang ada di Indonesia saat ini jumlahnya ada sekitar 6.000-7.000 orang.
"Ini artinya mereka yang memiliki kualifikasi yang bermutu saja yang akan diambil sehingga yang lainnya diharapkan dapat pulang ke negaranya masing-masing secara sukarela dan terhadap yang seperti ini maka IOM akan memfasilitasinya mulai dari penyediaan Dokumen Perjalanan, biaya tiket kendaraan dan biaya akomodasi serta modal awal untuk memasuki kehidupan baru di negaranya," tegas Karnida.
Saat ini jumlah WNA yang berstatus pengungsi di Manado sebanyak 40 orang dan 16 orang pencari suaka yaitu mereka yang masih belum lulus dari verifikasi UNHCR sebagai pengungsi, sedangkan deteni lainnya di Rusdenim Manado berjumlah 15 orang WN Filipina laki-laki pelaku pelanggaran keimigrasian termasuk 11 orang yang baru dipindahkan dari Kanim Tahuna yang salah satunya ialah eks narapidana illegal fishing yang dipenjara di Lapas Tahuna selama 4 bulan.
(Fiddy Anggriawan )