"Sampai saat ini pelaku program magang palsu tersebut sudah menjadi terdakwa, yaitu Direktur PT Sofia, Windy yang bekerja sama dengan PT Walet Maxim Birdnest milik Albert Tei di Selangor Malaysia. Untuk yang di NTT belum ada tertuduhnya," ungkapnya.
Dia menilai salah satu faktor terjadinya kasus ini karena pemerintah lalai dalam memberikan penyadaran kepada pihak sekolah sehingga program magang ke luar negeri menjadi kebanggaan dan nilai tambah dari sekolah. Padahal itu merupakan kegiatan eksploitasi.
"Kami berharap pemahaman tentang eksploitasi itu diberikan oleh kemendikbud dan dinas pendidikan kepada sekolah sehingga mereka bisa selektif, siapa yang mengajak. Seharusnya itu ada indikatornya ya," tambahnya.
Retno menegaskan bukan berarti pihak KPAI meminta ditiadakannya magang di luar negeri tetapi kalaupun ada harus ada sebuah sistem yang dibuat sehingga hak perlindungan anak-anak dapat terpenuhi.
"Bukan berarti kami (KPAI) meminta tidak ada magang di luar negeri, tetapi harus ada sebuah sistem yang benar untuk mengirim orang. Misalnya sekolah SMK A yang berprestasi dan ada pelatihan dan persiapannya serta KBRI juga merekomendasi mengawasi dan memantau, jadi kalo ada apa-apa bisa ngadu," pungkasnya.
(Khafid Mardiyansyah)