Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Jalan Panjang Penganut Kepercayaan Demi Sebuah Pengakuan

Bramantyo , Jurnalis-Jum'at, 20 April 2018 |07:01 WIB
Jalan Panjang Penganut Kepercayaan Demi Sebuah Pengakuan
Ritual penghayat kepercayaan di Boyolali (Foto: Bram/Okezone)
A
A
A

BOYOLALI - Alunan gending jawa terdengar dari sebuah sendang atau sumber mata air yang terletak di daerah Gunung Wijil, Desa Giriroto, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah. Selang tak lama kemudian, setelah gending-gending Jawa dimainkan, munculah beberapa orang menggunakan busana ala kerajaan menuju ke lokasi di mana sebuah ritual digelar.

Mereka yang tak lain berasal dari gabungan aliran penghayat inipun menggelar sebuah ritual. Mereka sengaja mengambil lokasi untuk menggelar ritual di Desa Giriroto. Selain diyakini di lokasi itu pernah berdiri sebuah kerajaan besar Hindu, juga agar merekapun bisa dengan khusyu berdoa pada sang pencipta alam semesta.

Selain itu, ritual ini pun digelar sebagai wujud apa yang menjadi keinginan Supangat, ternyata keinginan terpendam para penganut kepercayaan lainnya bisa memiliki rumah ibadah sendiri. Ketua Umum Lembaga Penghayat Kepercayaan Indonesia Eko Galgendu mengatakan, di satu sisi, putusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan aliran kepercayaan untuk mendapat tempat di kolom KTP sangat melegakan mereka. Namun di sisi lain, perjuangan serta jalan panjang berliku harus ditempuh penganut kepercayaan. Agar bisa sejajar dengan penganut lainnya.

Menurut Eko, setidaknya putusan Mahkamah Konstitusi merupakan harapan bagi para penganut aliran kepercayaan dari tidur panjanganya. Meskipun, ungkap Eko, aliran kepercayaan di negeri ini sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu.

Tapi faktanya, selama ini para penghayat kepercayaan harus 'melebur' dengan memilih salah satu agama yang tercantum dalam KTP. Sampaikan dengan adanya putusan dari MK bisa menghilangkan 'diskriminasi' pada komunitas penghayat kepercayaan. Di mana ada pengakuan utuh pada semua warga negara sehingga masyarakat penghayat kepercayaan tenang untuk mengenalkan identitasnya sendiri sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan mereka.

Eko menilai selama ini penghayat kepercayaan sebelum ada putusan ini, merasa sangat dipinggirkan dan kurang dilindungi. Bahkan sebagian, merasa tidak nyaman saat menunjukkan dirinya seorang penghayat kepercayaan. Namun setidaknya setelah Mahkamah Konstitusi "mengetuk" sesuai dengan konstitusi negara, mereka sedikit lebih nyaman dan terlindungi untuk menunjukkan spiritualitasnya pada masyarakat umum.

"Bisa menunjukkan dan menyatakan pada masyarakat lainnya jika kami (penghayat kebatinan atau kepercayaan) juga percaya pada Tuhan Yang Maha Esa," tegasnya.

Tak hanya tempat bisa menuliskan agama yang dianut aliran kepercayaan pada kolom Kartu Tanda Penduduk. Para penghayat ini pun memimpikan memiliki tempat ibadah seperti penganut agama lainnya yang sudah telebih dahulu diakui di Indonesia.

Tak hanya itu, merekapun membutuhkan suatu wadah yang bisa menampungi semua penganut kepercayaan seperti penganut kepercayaan lainnya. Informasi yang diterima Eko Galgendu, dari Kementrian Dalam Negeri sepakat pada subtansinya, sesuai dengan langkah awal setelah putusan MK, pemerintah dalam hal ini harus menindaklanjuti keputusan tersebut. Untuk tahap awal, substansinya adalah memutuskan pencantumkan kolom kepercayaan itu pada format yang disetujui di awal.

"Yakni mengusulkan pada Menko Polhukam untuk dibuatkan blanko khusus bagi penghayat kepercayaan. Di mana blanko khusus itu kolom agama diganti dengan kolom kepercayaan," tutur Eko.

Seandainya nanti usulan tersebut disetujui oleh Menkopolkam dan nanti dilaksanakan oleh Kementerian Dalam Negeri baru diambil langkah berikutnya secara hukum konstitusi maupun secara secara teknis. Dirinya juga melakukan langkah dengan mempertemukan para pemuka agama agama dan umatnya dengan para penghayat kepercayaan untuk diberikan suatu pemahaman bahwa semuanya adalah sama.

"Sebagai ketua umum Lembaga Penghayat Kepercayaan di Indonesia langkah yang kita lakukan adalah mengharmonisasi, menyelaraskan antara penghayat kepercayaan dengan para pemuka agama dan pengikutnya untuk diberikan pemahan bahwa kita itu satu, hati kita satu jiwa, satu bangsa," ujar Eko Galgendu.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement