Saat ditanya bagaimana sekiranya nanti ditemukan ada permasalahan terkait penghayat kepercayaan dengan kelompok-kelompok keagamaan, apakah akan diselesaikan di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di masing-masing daerah, Eko belum dapat memberi jawaban lebih lanjut.
Disitulah, ungkap Eko, kesulitannya. Pasalnya, meski sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi, namun para penghayat ini masih sulit masuk kedalam Forum Kerukunan Umat Beragama.
"Untuk masuk FKUB saya masih diskusikan. Karena ranahnya penghayat kepercayaan itu bukan agama, tapi kebudayaan. Jadi perlu pengkajian lebih jauh," ujar Eko.
Sementara itu rohaniawan Budha di kota Solo, Bhikku Dhammasubho Mahathara menyambut baik penganut kepercayaan yang kini bisa setara dengan agama lain. Kepada Okezone, bhikku Dhammasubho Mahathara menjelaskan aliran kepercayaan maupun kebatinan itu 'sudah mengakar' dan sangat lama. Artinya sudah ada sejak lama.
Bagi rohaniawan Budha ini memberikan contoh, agama Budha pernah menjadi agama raja, agama rakyat dan menjadi sabuk pengikat masyarakat dan sandaran spiritual bangsa Nusantara ini Sejak 200 tahun sebelum masehi.
"Dan itu tidak pernah putus nggak pernah ganti agama nggak pernah ganti budaya sampai dengan abad ke-15 masehi. Dengan kata lain sudah terbukti dan teruji selama 17 abad. Titi tentrem kartoraharjo," jelas bhikku Dhammasubho Mahathara.
Menurutnya penganut kebatinan itu masih melanjutkan ajaran leluhurnya yang semakin terpinggirkan. Dulunya penganut kepercayaan demi mempertahankan keyakinan lalu mereka mencari tempat yang aman. Menyingkir hingga menemukan tempat-tempat yang aman, tidak terganggu tidak dipaksa harus mengganti keyakinannya.
Memilih menjadi komunitas yang jauh di pedalaman sama dengan menghayati melaksanakan apa yang dia yakini. Karena itu di bawah pengawasan yang dianggap terlarang maka hal-hal yang sebagai ajaran itu tidak diajarkan secara verbal tetapi diajarkan dalam bentuk pesan dan tindakan. Sedangka yang penting-penting telah diajarkan secara batin semakin lama akhirnya dinamakan ilmu kebatinan.
Orang kebatinan (penganut kepercayaan) lanjut Bikhu adalah orang yang masih melanjutkan ajaran leluhurnya mengakar dari budaya lokal setempat mengambil tempatbyang 'nylempit', nylesep di pedalaman demi keyakinan.
"Makanya itu di Jawa misalnya umumnya ada suku-suku pedalaman atau yang terasing. Contohnya suku Samin di Jawa Tengah, isone mung amin. Tapi jujure gak kiro-kiro (jujurnya luar bias). Karena dia takut dengan dirinya sendiri," ucapnya.
Sehingga adanya putusan dari perintah yang memperbolehkan penganut kebatinan atau aliran kepercayaan bisa tercantum dalam KTP ibarat kata yang ketlisut jadi ketemu, yang pergi itu pulang,buat yang tidur jadi nglilir, dan yang lupa jadi ingat. Yang mati suri jadi bangkit lagi.
"Jadi keputusan itu kita sambut dengan baik dan damai. Karena sekarang orang-orang menjadi aman bukan dengan pagar kawat berduri tetapi dengan pagar hati yang membuat seseorang takut dengan dirinya sendiri. Tentu saja, pemerintah wajib mengabulkan permohonan mereka (para penghayat) memiliki tempat ibadah," tutupnya.
(Bersambung)
(Khafid Mardiyansyah)