JAKARTA – Revolusi Islam yang terjadi hampir empat dekade lalu telah mendorong perkembangan yang pesat bagi kemajuan kaum wanita di Iran. Hasil dari kemajuan tersebut dapat dilihat dari luasnya peran wanita dalam berbagai bidang di Negara Para Mullah itu.
Dalam wawancara khusus dengan Okezone, Wakil Presiden Iran Urusan Wanita dan Keluarga, Masoumeh Ebtekar mengungkapkan perbedaan kontras antara kehidupan kaum wanita di Iran sebelum dan sesudah terjadinya revolusi pada 1979, terutama pada peluang dan akses kaum wanita pada pendidikan dan pemerintahan.
“Tingkat literasi di Iran sangat rendah selama revolusi pada 1979. Tingkat literasi secara umum adalah 50 persen dan hanya 35 persen perempuan Iran yang bisa membaca,” ungkap Masoumeh kepada Okezone di kediaman Duta Besar Iran di Jakarta, Selasa, 2 Mei.
“Angka itu saat ini sudah mendekati 90 persen. Wanita Iran tidak hanya melek huruf tapi banyak wanita Iran yang menuntut ilmu di universitas.”
BACA JUGA: Kimia Alizadeh, Wanita Iran Pertama Berkalung Medali Olimpiade
Tidak hanya dalam bidang pendidikan, Revolusi Islam Iran juga membawa perubahan besar pada kemajuan perempuan di berbagai bidang lain, termasuk bidang seni, terutama sinema dan bidang olahraga dengan munculnya atlet wanita berprestasi dari Iran.
Kimia Alizadeh Zenoorin, atlet perempuan Iran pertama peraih medali Olimpiade.
“Saat ini kami memiliki atlet perempuan Iran peraih medali di bidang olahraga yang berbeda termasuk di Asian Games jadi kami berharap untuk memiliki tim yang kuat yang datang di bidang yang berbeda dari Iran untuk Asian Games di Indonesia.”
“Dan juga di bidang lain seperti seni terutama sinema, Iran memiliki produser wanita, pembuat film, sutradara, juga seniman sangat sukses sangat terkenal,” tambahnya.
Iran juga memberikan kesempatan besar bagi warga perempuannya untuk menjadi pejabat pemerintah dan dipilih sebagai anggota legislatif. Wapres Masoumeh mengatakan, Pemerintahan Presiden Hassan Rouhani telah memerintahkan alokasi 30 persen posisi pembuat keputusan dipegang oleh wanita.
“Perempuan Iran juga merasakan kemajuan dalam partisipasi politik. Sekarang kami memiliki 18 anggota parlemen perempuan, kami memiliki 3 wakil presiden perempuan dalam kabinet saat ini, Saat ini banyak perempuan aktif dalam berbagai tingkat dari sistem peradilan,” ungkap Wapres kelahiran Teheran itu.
Partisipasi kaum wanita di Iran juga terlihat dalam pergerakan komunitas masyarakat yang juga mempromosikan kemajuan bagi kaum perempuan dan hirau terhadap isu-isu gender, keluarga, perlindungan anak dan isu-isu lainnya.
“Kami memiliki 50 ribu organisasi non-pemerintah yang terdaftar, organisasi amal di Iran, dan banyak dari mereka didorong oleh wanita atau mereka fokus pada masalah wanita, masalah keluarga, anak-anak, dan juga berurusan dengan masalah sosial yang berbeda seperti lingkungan yang sangat penting bagi masyarakat kita.”
Di antara hal-hal positif dan kemajuan yang dirasakan kaum wanita di Iran beberapa dekade setelah Revolusi Islam, tentu masih ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam kemajuan kaum perempuan. Hal itu juga diakui oleh Wapres Masoumeh.
“Kami juga memiliki tantangan kami. Seperti halnya masyarakat lain, kami memiliki naik dan turun. kami memiliki kami tantangan tetapi saya pikir paradigma kemajuan perempuan di Iran adalah unik dalam banyak dimensi dan saya pikir banyak negara dapat belajar banyak dari paradigma itu.”
Perempuan Iran menunggu giliran untuk memberikan suara pada pemilihan presiden, Juni 2009. (Foto: Reuters)
Revolusi Iran juga membawa pengaruh pada cara berpakaian kaum wanita di Iran yang diharuskan memakai hijab jika berada di tempat umum. Aturan ini banyak mendapat sorotan terutama dari kaum sekuler yang menganggap aturan itu mengekang kaum wanita.
Namun, Wapres Masoumeh menilai aturan tersebut merupakan norma sosial yang diajarkan dalam Islam untuk menjaga kehormatan, terutama kehormatan kaum wanita, dalam menjalin hubungan dengan kaum pria. Penggunaan hijab sebagai aturan berpakaian menurut Maosumeh merupakan kesepakatan yang diambil setelah Revolusi Islam 1979.
BACA JUGA: Perempuan Iran Giat Dalami Ninjutsu
“Hijab adalah kode sosial yang diajarkan Islam untuk hubungan yang sehat antara pria dan wanita dalam masyarakat, sehingga hubungan ini tidak mempermalukan wanita dan pria sehingga martabat mereka terjaga karena Tuhan menciptakan semua manusia dalam status bermartabat dan kita seharusnya tidak merusak martabat itu,” jelas Mashoumeh.
“Jadi apa yang terjadi setelah Revolusi Islam adalah bahwa mayoritas wanita dan masyarakat umum, setuju bahwa hijab adalah cara terbaik berpakaian. Tentu saja sebelumnya telah banyak wanita yang memiliki jilbab dan kita juga memiliki jilbab dalam pakaian tradisional banyak etnis yang berbeda di Iran,” ungkap ibu dari dua anak itu.
Dia menegaskan bahwa aturan hijab sama sekali tidak bertujuan untuk mendiskriminasi atau menekan kebebasan bagi perempuan Iran. Masoumeh juga mengatakan perlunya ada dialog dengan kaum muda Iran untuk memberikan pengertian mengenai konsep aturan berpakaian dan hijab itu sendiri.
“Kami percaya tidak boleh ada perilaku intoleransi terhadap wanita dan kita harus berdialog dengan generasi muda kita tentang masalah ini untuk membantu generasi muda kita memahami konsep hijab dan kemudian juga bekerja sama demi memastikan kita memiliki masyarakat yang sehat dan hubungan yang sehat antara pria dan wanita.”
(Rahman Asmardika)