JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan perselisihan hasil pemilihan (PHP) Pilgub Sulawesi Tenggara dengan pemohon, Rusda Mahmud-Sjafei Kahar. Pasangan cagub-cawagub nomor urut tiga itu menggugat KPU Sultra.
Pada sidang perdana, Kamis (26/7/2018), MK memeriksa persyaratan formil dan materi gugatan yang diajukan pemohon. Kubu pemohon memaparkan alasannya menggugat di hadapan majelis hakim konstitusi.
Kuasa hukum Rusda-Sjafei, Andri Darmawan menilai hasil rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan KPU Sultra tidak mencerminkan hasil pemilihan yang jujur, adil dan demokratis.
Pasalnya, ia melihat banyak dugaan pelanggaran yang dilakukan KPU Sultra maupun oleh pasangan calon nomor urut satu Ali Mazi-Lukman Abunawas yang kemudian meraih suara terbanyak berdasarkan hasil rekapitulasi.
"KPU (Sultra) tidak melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Jadi ada anggota KPU di salah satu kabupaten yang diganti, tapi mereka tidak mengembalikan kedudukannya, sehingga dibiarkan tetap bertugas," ujar Darmawan di Gedung MK, Jakarta.

Rusda Mahmud-Sjafei Kahar (Antara)
"Dengan demikian keputusan yang dilahirkan KPU ini cacat hukum karena tinggal dua (komisioner) yang sah. Harusnya kan tiga orang," sambungnya.
Dugaan pelanggaran yang dilakukan KPU Sultra lainnya ialah mengenai penerimaan pelaporan dana kampanye oleh paslon Ali Mazi-Lukman Abunawas.
Berdasarkan keterangan saksi yang menyaksikan, paslon Ali Mazi-Lukman terlambat menyetorkan laporan dana kampanye kepada KPU Sultra. Namun, penyelenggara pemilu malah tetap menerima laporan tersebut.
Padahal, PKPU Nomor 5 Tahun 2017 mengatur batas penerimaan penyetoran laporan dana kampanye maksimal pada pukul 18.00 WITA. Sedangkan paslon Ali Mazi-Lukman baru menyetorkannya sekitar pukul 19.00 WITA.
Berdasarkan PKPU tersebut, paslon yang terlambat menyetorkan laporan dana kampanye sanksinya berupa pembatalan sebagai paslon.
"Seharusnya termohon (KPU Sultra) sudah memberikan sanksi pembatalan calon kepada Ali Mazi-Lukman karena terlambat menyetorkan LPPDK, tapi justru tidak dilakukan oleh termohon," terang Darmawan.