Sejak pecahnya kekerasan pada Agustus 2017, pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi meluputkan berbagai kesempatan untuk berbicara secara terbuka mengangkat masalah ini, termasuk di Majelis Umum PBB di New York pada September lalu.
Suu Kyi justru kemudian menyebut krisis itu telah didistorsikan oleh "gunung es informasi yang salah"—kendati kemudian juga mengatakan dia merasa simpati yang mendalam untuk penderitaan "semua orang" dalam konflik itu.
Myanmar, katanya, "berkomitmen untuk mencari solusi berkelanjutan ... untuk semua komunitas di negara ini."
(Rahman Asmardika)