Atas perbuatannya, Adriatma dan Asrun terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Diketahui, putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan yang diajukan Jaksa KPK. Dimana, Jaksa telah menuntut Asrun dan Adriatma D Putra dengan pidana delapan tahun penjara serta denda Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan.

Adriatma D Putra dan Asrun divonis terbukti menerima suap dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah. Uang tersebut rencananya digunakan untuk membiayai kampanye Asrun yang akan maju di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Tenggara.
Uang itu diberikan Hasmun agar Adriatma selaku Wali Kota perusahaan Hasmun mendapatkan jatah proyek untuk pekerjaan multi years pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020.
Sementara ayahnya, Asrun, terbukti menerima Rp4 miliar dari Hasmun Hamzah. Uang itu diberikan karena Asrun, saat menjabat Wali Kota, menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek di Pemkot Kendari.