JAKARTA - Pakar Geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawidjaja menyoroti standard operasional prosedur (SOP) sistem peringatan tsunami yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam peristiwa di Selat Sunda.
Menurut Danny, BMKG saat ini belum memiliki SOP yang jelas terkait pemberian peringatan tsunami yang diakibatkan oleh aktivitas vulkanik gunung api. Pasalnya, tsunami pada umumnya disebabkan oleh gempa tektonik terlebih dahulu.
"Masalah warning khususnya tsunami kelihatannya SOP-nya belum jelas BMKG. Selama ini kan SOP untuk gempa tektonik. Untuk gunung api ini belum ada SOP-nya," ujar Danny saat berbincang dengan Okezone di Jakarta, Jumat (28/12/2018).
Danny menyarankan BMKG mempelajari SOP peringatan tsunami yang diakibatkan aktivitas vulkanik suatu gunung api. Hal tersebut merupakan bagian dari mitigasi bencana ke depannya.
"Setahu saya belum ada dalam level dan kondisi apa gunung apinya BMKG bisa keluarkan peringatan. Jadi, itu harus dipelajari dan didiskusikan bagaimana sebaiknya," ucap dia.
Diwartakan sebelumnya, aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda terus meningkat dari hari ke hari. Imbasnya, PVMBG Badan Gelologi Kementerian ESDM akhirnya menaikkkan status Gunung Anak Krakatau dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III), dengan zona berbahaya diperluas dari 2 kilometer menjadi 5 kilometer.
Masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius 5 kilometer dari puncak kawah Gunung Anak Krakatau. Naiknya status Siaga (Level III) ini berlaku terhitung mulai Kamis, 27 Desember 2018 pukul 06.00 WIB.
(Rizka Diputra)