JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno meminta semua pihak tidak mengaitkan pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir dengan politik. Pasalnya, hubungan baik elite PDIP dengan Ba'asyir sudah terjalin sejak lama.
"Pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir harus dilihat dalam perspektif kemanusiaan dan keadilan," ujar Hendrawan kepada Okezone, Senin (21/1/2019).
Presiden Jokowi diketahui memberikan pembebasan tanpa syarat kepada Ba'asyir karena alasan kemanusiaan. Sebab, pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo itu sudah sepuh dan sakit-sakitan.
Rupanya, kebaikan elite PDIP dengan Ba'asyir sudah terjalin sejak lama. Misalnya, ketika Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden, ia menolak Ba'asyir diekstradisi ke luar negeri. Begitu juga dengan mendiang Taufik Kiemas.
"Dulu Presiden Megawati menolak ekstradisi Abu Bakar Ba'asyir ke luar negeri. Almarhum Taufik Kiemas juga pernah berkunjung ke kediaman Ba'asyir," terang Hendrawan.
Kini, Presiden Jokowi yang merupakan kader PDIP juga memberikan pembebasan tanpa syarat kepada Ba'asyir karena alasan kemanusiaan. Hal ini, menurut Hendrawan, semata-mata karena diasarkan persaudaraan antar sesama anak bangsa.
"Semua didasarkan persaudaraan antar sesama anak bangsa (ukhuwah wathaniyah). Jangan setiap kebijaksanaan dilihat dan atau dari kacamata politik," tandas Hendrawan.
Pada 16 Juni 2011, Ba’asyir dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.
Permintaan pembebasan terhadap Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) sudah lama diajukan Tim Pembela Muslim (TPM). Namun Ba’asyir menolak pembebasan bersyarat yang diberikan, yakni menyatakan pengakuan terhadap Pancasila dan tidak melakukan tindak pidana.
Jokowi akhirnya memberikan pembebasan tanpa syarat kepada Ba'asyir, atas dasar kemanusiaan. Jokowi mengesampingkan Permenkumham 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi.
(Khafid Mardiyansyah)