Baca juga: Tiap 2 Hari, Seorang Warga Tangsel Terjangkit DBD
Menurut keterangan Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Kementerian Kesehatan Indonesia (Kemenkes), Anung Sugihantono, jumlah kasus DBD tahun ini meningkat dibanding tahun lalu pada periode yang sama.
Tingginya angka DBD di Indonesia, sebut Anung, sebagian besar disebabkan oleh kondisi syok dan terganggunya homeostasis atau karakteristik dari suatu organisme untuk mengatur kondisi internal tubuh manusia.
"DBD memengaruhi homeostasis karena ada kebocoran pembuluh darah sehingga akan mengakibatkan gangguan keseimbangan dalam homeostasis cairan yang beredar dalam tubuh."
"Akibatnya terjadi syok tadi," katanya kepada Nurina Savitri hari Rabu 20 Februari 2019.
Kemenkes, ujar Anung, telah mengeluarkan surat edaran kepada semua Gubernur di Indonesia tentang kesiagaan menghadapi peningkatan kasus DBD.
Hasilnya, 420 Kabupaten dan Kota melaporkan adanya peningkatan kasus DBD di wilayahnya.
Atasi DBD lewat bakteri Wolbachia
Berbagai langkah untuk mencegah wabah DBD di Indonesia telah dilakukan.
Salah satunya lewat penelitian bersama antara para peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia dengan peneliti Monash Univeristy di Australia.
Studi bernama 'Proyek Berantas Demam Berdarah' (EDP) yang dilakukan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini adalah eksperimen jangka menengah yang telah dimulai sejak tahun 2012.