SURAKARTA - Dalam menyikapi dinamika kehidupan bangsa saat ini, organisasi mahasiswa, termasuk Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), harus tetap konsisten menjadi bagian integral Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia (OMSI) yang memperjuangkan demokrasi dan pengokohan nasionalisme di tengah menguatnya gerakan intoleransi bernuansa SARA yang dapat mengancam masa depan demokrasi dan kebhinekaan.
Hal itu disampaikan pengamat politik senior Muhammad AS Hikam saat menjadi pembicara Seminar Kebangsaan dengan tema "Bersatu Dalam Kebhinekaan Untuk Mewujudkan Cita-Cita Proklamasi Di Tahun Politik", yang diselenggarakan DPC GMNI Surakarta, di Hotel Grand Setiakawan, Solo, Jawa Tengah.
Mantan Menteri Riset dan Tekonologi di era pemerintahan Abdurrahman Wahid tersebut mengatakan, GMNI dan organisasi mahasiswa lainnya bersama elemen pro demokrasi memiliki andil besar dalam meruntuhkan rezim otoriter pada 1998.
Namun demikian, pasca-reformasi terjadi dinamika perubahan gerakan mahasiswa. Ada kecenderungan penurunan semangat dan kiprah mereka untuk mengawal demokrasi. Bahkan dalam menghadapi berbagai kekuatan intoleransi dan radikalisme, terjadi kemunduran dalam semangat perlawanan. Sehingga kekuatan pendukung intoleransi seakan tak terbendung.
"Untuk itu, kegiatan intelektual dan aktivisme pro demokrasi harus digiatkan seperti masa 1990an. Kendati saat ini demokratisasi telah berlangsung lebih dari dua dasawarsa tetapi bukan berarti konsolidasi demokrasi telah berlangsung efektif. Justru saat ini ada tanda-tanda inersia politik yg akan berdampak mengurangi kualitas demokrasi," kata Hikam.