Antara Kalem dan Emosional
Pakar komunikasi Hamdi Muluk mengatakan kedua kubu memang harus menempatkan posisi kontras baik dalam konten maupun tampilan agar bisa membangun "branding".
Dalam konstestasi, branding diperlukan agar orang mudah mengingat. Meski demikian, branding yang dibangun oleh Prabowo dan Jokowi sangat dilatari oleh kondisi psikologis.
Hamdi menyebut pada 2014, sebanyak 204 psikolog politik telah menjawab survei tentang karakter kedua capres.
"Prabowo lebih temperamental, Jokowi lebih kalem. Prabowo lebih emosional, Jokowi lebih tertata. Prabowo lebih kuat untuk menunjukkan dia berkuasa, dia power, dia nasionalistik, dia hebat," papar Hamdi.
Dalam hal ini, sikap keduanya akan dilihat secara berbeda oleh publik. Prabowo yang dalam survei itu disebut lebih emosional, misalnya akan dilihat dengan perpektif berbeda.
"Bagi orang-orang tertentu dianggap heroik, karena selalu bicara tentang nasionalisme, bahkan ultranasionalisme."
Hamdi mengatakan telah membuat survei. Satu pertanyaan yang dimunculkan adalah apa yang membuat orang memilih atau tidak memilih Jokowi, serta memilih atau tidak memilih Prabowo.
"Kenapa memilih Jokowi, kita memerlukan orang yang lebih terkontrol emosinya, tenang dalam bekerja, tangannya dingin, enggak banyak omong, tapi kerjanya jelas, energinya besar, melayani," papar Hamdi.