Apa risiko yang dihadapi calon ibu kota baru?
Untuk mencari lokasi alternatif pengganti ibu kota, Presiden Joko Widodo menjelajah kawasan Bukit Soeharto yang berlokasi di Kawasan Taman Hutan Raya, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara pada Selasa (08/05).
Lokasi ini juga menjadi opsi pemerintah untuk dijadikan ibu kota baru.
Jokowi menyebutkan, kawasan Bukit Soeharto memiliki sejumlah keunggulan. Keunggulan itu di antaranya kelengkapan infrastruktur pendukung yang telah tersedia di sekitar kawasan.
"Di sini semuanya sangat mendukung, kebetulan ini di tengah jalan tol Samarinda-Balikpapan. Dan kita lihat di Samarinda ada aiportnya, di Balikpapan ada airportnya, udah nggak buat airport lagi, sudah ada dua," jelas Jokowi.
Namun, salah satu warga Balikpapan, Muhammad Wahdini tidak sepakat dengan rencana pemerintah memindahkan ibukota ke provinsi tempat tinggalnya. Dia was-was pemindahan ibu kota ini kan berdampak pada lingkungan Bukit Soeharto yang merupakan kawasan hutan lindung.
"Kalau memang daerah lindung ya penting kita untuk tetap menjaga itu tetap menjadi kawasan hutan lindung," kata dia.
Dia pun menekankan pemindahan ibukota tidak terlalu urgen di tengah perkembangan teknologi yang kian pesat.
"Bicara perpindahan kantor sudah tidak relevan lagi. Jadi biarkan aja yang ada, biarkan juga Kalimantan Timur daya dukung lingkungannya tetap terjaga, jadi biarkan ibu kota tetap di Jakarta," cetusnya.
Melanjutkan peninjauan lapangannya untuk mencari lokasi alternatif pengganti ibu kota, Jokowi menyambangi Kelurahan Tumbang Talaken, Kecamatan Manuhing, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, Rabu (08/05) siang.
Menurut Jokowi, lokasi yang terletak di Kabupaten Gunung Mas itu paling siap dengan adanya ketersediaan lahan seluas 300 hektar.
Namun soal kelayakan, Presiden Jokowi menjelaskan, saat ini masih dalam kalkulasi, masih dalam kajian, masih dalam hitung-hitungan semuanya karena aspeknya kan banyak sekali.
"Sekali lagi ini menyangkut aspek yang tidak satu dua. Urusan banjir mungkin di sini tidak. Urusan gempa di sini tidak. Tapi apa, kesiapan infrastruktur harus dimulai dari nol lagi. Itu juga salah satu pertimbangan-pertimbangan masalah sosial politiknya, masalah sosiologi masyarakatnya, semuanya, semuanya dilihat semuanya," terang Jokowi.
Namun, pakar perencanaan wilayah dan kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sri Maryati menuturkan pemerintah perlu memperhatikan dampak lingkungan dari pemindahan ibu kota yang berimplikasi pada pembangunan kantor pemerintahan yang notabene dibarengi fasilitas pendukung lain, seperti sarana pendidikan, kesehatan dan pemukiman.
"Kita juga harus melihat jenis tanah karena terkait infrastruktur tadi kalau banyak lahan terbuka yang menjadi lahan tertutup kalau hujan pasti menyebabkan limpasan yang lebih besar. Kalau tidak diantasipasi mungkin terjadi banjir," lanjut Sri.
Belum lagi, imbuhnya, aspek sosio kultural dari pemindahan ibu kota itu juga perlu dipertimbangkan, seiring dengan perpindahan pekerja di kantor pemerintahan ke ibu kota baru.
"Karena mungkin akan ada pendatang baru yang akan berbeda budayanya dengan masyarakat yang ada saat ini," kata dia.
Dari dua lokasi yang digadang-gadang sebagai calon ibu kota, Sri Maryati menganggap keduanya memiliki karakter geografris yang sama. Hanya saja, jika dilihat aspek infrastruktur, seperti ketersediaan bandara dan jalan, Kalimantan Timur lebih siap.
"Kalimantan Timur lebih siap, kalau dilihat secara makro, tapi itu belum melihat secara detail misalnya ketersediaan lahan dan sebagainya," jelas Sri.
(Fakhri Rezy)