Sementara Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai Deni Surjantoro turut menjelaskan ketentuan impor bahan baku melalui PLB. “Bahan baku dapat diimpor langsung melalui PLB atau oleh importir umum untuk tujuan akhir kepada IKM. Jika dilakukan oleh impotir umum dipersyaratkan mempunyai surat dari Kementerian Perdagangan yang berisi data IKM dan jumlah serta jenis yang boleh diimpor atau kuota. Kuota yang dimiliki oleh IKM ini dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan yang berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian,” ujarnya.
Zaldy menambahkan bahwa dengan adanya PLB, industri tekstil seharusnya merasa terbantu karena PLB kapas yang merupakan bahan baku utama dari industri tekstil merupakan PLB jenis pertama yang diluncurkan dan memberikan penghematan dan keunggulan kompetitif yang sangat besar bagi industri tekstil baik industri besar, menengah dan UKM. Zaldy juga meminta agar Kementerian Perindustrian juga mengecek ke bagian yang berkaitan dengan industri tekstil di mana industri tekstil selama 2019 tumbuh dengan sangat baik untuk ekspor dan terjadi penambahan kapasitas dari pabrik-pabrik tekstil untuk memenuhi kebutuhan ekspor.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menyampaikan bahwa pengeluaran barang impor dari PLB tetap mengikuti peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan yaitu dengan memberlakukan SPI (Surat Persetujuan Impor) dan pembatasan jumlah dan jenis barang yang boleh diimpor (kuota), sehingga jumlah barang yang masuk secara teori tetap terkendali dan sudah sesuai dengan kebutuhan industri nasional.
Sementara itu, menanggapi masuknya pakaian impor ditenggarai melalui PLB e-commerce, Zaldy mengatakan bahwa sampai dengan hari ini belum ada PLB e-commerce yang beroperasi sesuai izin yang telah diterbitkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. “Jadi, pakaian jadi yang dibahas dan beredar di Indonesia saat ini dapat dipastikan bukan dari PLB e-commerce,” ungkapnya.
Pada kesempatan lain, PT Uni Air Cargo pelaku e-commerce Indonesia, Eko Prasetyo mengatakan bahwa e-commerce adalah praktik global yang tidak bisa kita hindari saat ini. Pada 2016, potensi transaksi e-commerce di Indonesia mencapai USD 20 Miliar dan berpotensi tumbuh hingga USD 130 Miliar pada 2020. Bahkan, 2 dari 4 unicorn Indonesia adalah startup di bidang e-commerce. “Perdagangan internasional melalui e-commerce paling efisien, cepat, dan menguntungkan bagi konsumen,” ujarnya.